Jakarta Hidup di pedalaman dengan fasilitas seadanya bukan halangan untuk mengabdi. Begitu juga jalan hidup yang diambil oleh mantan finalis Miss Indonesia 2006, Deva Indah. Dia nekat meninggalkan gaya hidup masyarakat kota yang bertabur mal, akses publik, dan berbagai pusat hiburan.
Alumni FH Universitas Padjajaran (Unpad) angkatan 2001 ini memilih hidup sebagai hakim di PN Muara Bulian, 2 jam dari Jambi. "Hidup itu pilihan. Saya memilih ini, meninggalkan kehidupan kota yang penuh dengan fasilitas," kata Deva mengawali perbincangan dengan detikcom, Selasa (13/3/2012).
Hidup di daerah yang serba terbatas diakui penuh dengan tantangan. Salah satunya air bersih yang ada di tempatnya bertugas berwarna kuning keruh. Mau tidak mau, dia pun mandi dengan air tersebut.
"Sampai saat ini saya masih harus beradaptasi. Khusus kalau cuci muka, saya pakai air galon. Bisa dibayangkan kalau cuci muka saya pakai air itu, muka saya nanti bagaimana," kisah finalis Putri Indonesia 2008 tingkat Jawa Barat ini.
Selain tantangan alam, Deva juga harus menelan pil pahit berupa kesejahteraan dari negara yang minim. Dengan mengantongi uang Rp 2,8 juta dia harus berhemat-hemat hidup di Jambi yang harga-harga kebutuhannya cukup tinggi. Akhirnya dia menggantungkan harapan dari remunerasi Rp 2,9 juta yang turun 3 bulan sekali.
"Kalau mau jujur, saya masih disuplai oleh orang tua. Bisa dibayangkan sendiri hidup dengan uang segitu tetapi biaya hidup sangat tinggi. Tapi ini risiko pekerjaan, saya tidak menyesal," ucap gadis yang akan mengahiri masa lajangnya tahun ini.
Meski hidup serba terbatas dengan penghargaan yang ala kadarnya, Deva tetap idealis dalam memutus perkara. Setiap malam dia lembur pekerjaan untuk membuat putusan.
"Membuat putusan kan seperti membuat skripsi atau thesis. Tidak bisa asal copy paste. Harus teliti," ujar perempuan yang 3 kali gagal ujian masuk Fakultas Kedokteran ini.
![[imagetag]](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_uQG3JDXtZPlMFyeJQMEpimyJYviGt_2eg02whUed5VFfRUutbMY1RCst671ahM8QC7RT-uDrr4lVJtDJsLRRZymfc6yok=s0-d)
http://news.detik..com/read/2012/03/...990102mainnews
Alumni FH Universitas Padjajaran (Unpad) angkatan 2001 ini memilih hidup sebagai hakim di PN Muara Bulian, 2 jam dari Jambi. "Hidup itu pilihan. Saya memilih ini, meninggalkan kehidupan kota yang penuh dengan fasilitas," kata Deva mengawali perbincangan dengan detikcom, Selasa (13/3/2012).
Hidup di daerah yang serba terbatas diakui penuh dengan tantangan. Salah satunya air bersih yang ada di tempatnya bertugas berwarna kuning keruh. Mau tidak mau, dia pun mandi dengan air tersebut.
"Sampai saat ini saya masih harus beradaptasi. Khusus kalau cuci muka, saya pakai air galon. Bisa dibayangkan kalau cuci muka saya pakai air itu, muka saya nanti bagaimana," kisah finalis Putri Indonesia 2008 tingkat Jawa Barat ini.
Selain tantangan alam, Deva juga harus menelan pil pahit berupa kesejahteraan dari negara yang minim. Dengan mengantongi uang Rp 2,8 juta dia harus berhemat-hemat hidup di Jambi yang harga-harga kebutuhannya cukup tinggi. Akhirnya dia menggantungkan harapan dari remunerasi Rp 2,9 juta yang turun 3 bulan sekali.
"Kalau mau jujur, saya masih disuplai oleh orang tua. Bisa dibayangkan sendiri hidup dengan uang segitu tetapi biaya hidup sangat tinggi. Tapi ini risiko pekerjaan, saya tidak menyesal," ucap gadis yang akan mengahiri masa lajangnya tahun ini.
Meski hidup serba terbatas dengan penghargaan yang ala kadarnya, Deva tetap idealis dalam memutus perkara. Setiap malam dia lembur pekerjaan untuk membuat putusan.
"Membuat putusan kan seperti membuat skripsi atau thesis. Tidak bisa asal copy paste. Harus teliti," ujar perempuan yang 3 kali gagal ujian masuk Fakultas Kedokteran ini.
http://news.detik..com/read/2012/03/...990102mainnews
timkarten 13 Mar, 2012
