Kasihan UI: 8.000 Pekerjanya Berstatus TakJelas, Ratusan Dosennya Minggat ke LN

[imagetag]

Tak Berstatus Jelas, 8.000 Pekerja UI Resah
Pasca penghapusan UU Badan Hukum Pendidikan, 8.000 pekerja UI jadi tanpa status yang jelas

Jum'at, 16 September 2011, 08:02 WIB

VIVAnews - Gejolak di Universitas Indonesia bak api dalam sekam. Selain persoalan pemberian gelar doktor kehormatan kepada Raja Arab Saudi, para pekerja UI juga diresahkan oleh ketidakjelasan sistem ketenagakerjaan pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.

Pekerja yang tergabung dalam Paguyuban Pekerja UI melihat langkah Majelis Wali Amanat UI meminta Menteri Pendidikan Nasional untuk menunda pelaksanaan Peraturan Presiden tentang Peralihan Status UI, bisa menciptakan masalah baru. Menurut Koordinator Presidium Paguyuban Pekerja UI, Dr. Andri G. Wibisana, tak kurang 8.000 pekerja universitas terkemuka ini hingga saat ini tidak memiliki kejelasan status kepegawaian. Ini akibat penerapan model Badan Hukum Milik Negara yang kini tak punya landasan hukum.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 152 tahun 2000 yang merupakan peraturan organik Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang sudah dihapus Mahkamah Konstitusi, dosen dan tenaga kependidikan (tenaga administrasi, pustakawan, teknisi, dan golongan tenaga kerja di luar tenanga dosen) diangkat dan diberhentikan berdasarkan perjanjian kerja. Kemudian, Pasal 42 Ayat (3) PP No. 152 tahun 2000 menyatakan bahwa dosen dan tenaga kependidikan yang telah berstatus PNS, akan dialihkan status kerjanya menjadi pegawai universitas.

Pasal 42 Ayat (4) PP No. 152 tahun 2000 menyatakan bahwa pengalihan status dari PNS menjadi pegawai universitas ini dilakukan secara bertahap dalam waktu 10 tahun. Pembuat peraturan ini sepertinya menyadari bahwa karena pengalihan dari PNS menjadi Pegawai Universitas dilakukan secara bertahap, maka untuk sementara waktu akan muncul sistem ganda kepegawaian, yaitu sistem PNS dan sistem Pegawai Universitas.

Menyadari hal ini, maka Pasal 42 Ayat (4) juga menyatakan bahwa pengalihan bertahap ini harus tetap "mengupayakan bahwa sistem kepegawaian ganda tersebut berlaku dalam waktu sesingkat-singkatnya". Ini berarti bahwa meskipun diberikan waktu 10 tahun, PP No. 152 tahun 2000 sebenarnya meminta agar pemberlakuan sistem Pegawai Universitas dan pengalihan status dari PNS menjadi Pegawai Universitas dilakukan secepat-cepatnya.

Menurut Andri, PP ini merupakan bukti privatisasi UI. "Dengan merujuk pada KUHPerdata, maka secara gamblang terlihat bahwa UI BHMN bukanlah merupakan badan hukum publik, tetapi sudah merupakan badan hukum perdata. Dengan demikian, adalah menjadi lumrah apabila UI BHMN melakukan berbagai upaya komersialisasi pendidikan, mengingat badan hukum perdata memang dapat ditujukan sebagai badan hukum yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan finansial," katanya.

Menurut Andri, dengan dalih untuk menerapkan PP No 152 tahun 2000 secara konsisten, maka pada tahun 2000, pimpinan UI memutuskan untuk menghentikan proses rekrutmen PNS. Namun demikian, penghentian rekrutmen PNS tidak secara langsung diikuti oleh pengangkatan dosen dan tenaga kependidikan menjadi Pegawai Universitas, serta tidak diikuti pula oleh pengalihan pegawai berstatus PNS menjadi Pegawai Universitas. Gelombang pertama pengangkatan menjadi Pegawai Universitas barulah terjadi pada tahun 2006, yang ini pun terbatas pada dosen saja. Sementara itu, pengalihan secara bertahap pegawai yang berstatus PNS menjadi Pegawai Universitas sampai saat ini tidak pernah dilakukan. Akibat dari ketidakkonsistenan ini, maka yang terjadi di UI bukanlah sistem kepegawaian tunggal, yaitu sistem Pegawai Universitas, tetapi justru kondisi yang memunculkan multi sistem kepegawaian.

Dari sekitar 12.000 pekerja di UI (baik dosen maupun tenaga kependidikan), sekitar 4.000 berstatus PNS, 500 berstatus sebagai Pegawai Universitas (disebut dengan istilah Pegawai BHMN), sementara sisanya yang berjumlah 8.000 orang tanpa status. Karena itu, Paguyuban Pekerja UI meminta kejelasan status kerja dengan menerapkan sistem kepegawaian tunggal.
http://politik.vivanews.com/news/rea...kerja-ui-resah

Quote:


Dosen dan Karyawan UI Tuntut Jadi PNS
'Kami meluluskan banyak sarjana UI tapi status kami tidak jelas'.

Senin, 2 Mei 2011, 12:31 WIB

VIVAnews - Sekitar 200 dosen dan karyawan Universitas Indonesia mendatangi Istana Merdeka. Mereka menuntut kejelasan status mereka yang belum menjadi pegawai negeri sipil. Massa yang tergabung dalam Paguyuban Dosen dan Tenaga Kependidikan UI itu meminta agar status pegawai negeri sipil (PNS) bagi dosen dan karyawan di UI harus segera diputuskan pemerintah. Unjuk rasa ini juga didukung oleh BEM UI.

Dalam aksinya, selain menggelar orasi, mereka juga membawa sejumlah spanduk yang antara lain bertuliskan 'Kami Tuntut Kejelasan Status', 'Kami meluluskan banyak sarjana UI tapi status kami tidak jelas', dan 'Kami ingin jadi PNS'. "Berpuluh tahun kami jadi dosen dan karyawan di UI tapi statusnya tidak jelas. Di hari Pendidikan Nasional ini, kami meminta kepada presiden dan pihak UI untuk segera mengalihkan status non PNS menjadi PNS," kata Andry, koordinator paguyuban. Aksi ini dijaga sekitar 300 personel polisi dari Polres Jakarta Pusat. Mereka mengamankan jalannya aksi dan arus lalu lintas di Jalan Medan Merdeka Utara agar tidak tersendat.
http://nasional.vivanews.com/news/re...untut-jadi-pns


464 Dosen UI Riset dan Mengajar (baca "cari makan") di Negeri Orang
Minggu, 19 Juni 2011 13:27 wib

DEPOK – Universitas Indonesia (UI) berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari World Class University. Sebagai contoh, tahun ini 20 mahasiswa dan dosen arsitektur dari Universitas Politecnico de Milano, Itali, melakukan workshop dan riset kolaboratif dengan departemen arsitektur di Fakultas Teknik UI selama satu bulan di Indonesia. Kerja sama lain yang akan terus dikembangkan yakni, program summer school oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) yang diikuti 50-100 peserta dari berbagai negara di Asia dan Eropa untuk durasi studi 2-3 bulan di UI.

UI juga berharap dengan adanya kerjasama pendidikan dengan negara lain, jumlah konferensi internasional yang akan diselenggarakan di UI akan meningkat. "Setiap tahunnya UI menyelenggarakan kurang lebih 50 seminar dan konferensi berskala internasional yang menghadirkan lebih dari 1.000 peserta dari Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand dan sebagainya," kata Kepala Deputi Sekretariat Pimpinan UI, Devie Rahmawati dalam rilis kepada okezone, Minggu (19/6).

Devie menambahkan, kerjasama penting lainnya yang terus dirintis oleh UI ialah melakukan diplomasi budaya di berbagai negara dengan membentuk program studi Indonesian Studies atau Indonesian Center (pusat riset) di empat negara Eropa. Melalui program studi dan pusat riset tersebut, masyarakat Jerman, Perancis, Itali dan Spanyol akan mengenal lebih jauh tentang masyarakat dan kebudayaan Indonesia.

"Kerja sama budaya ini dibuka di beberapa negara, antara lain di Inalco (Perancis), Universitas Napoli (Itali), dan Universitas Humbolt (Jerman). Pada Universitas Le Havre (Perancis), akan ditawarkan program master dengan spesialisasi Indonesia. Dalam program master ini, para peserta dari negara lain diwajibkan untuk melakukan riset di Indonesia dan menguasai bahasa Indonesia," ujarnya.

Devie mengklaim, angka dosen UI yang akan menempuh studi di Eropa tinggi, khususnya Perancis dan Jerman. Pertemuan di 15 Universitas di Eropa, kata Devie, tidak lepas dari dukungan besar pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional dengan skema beasiswa yang luas, sehingga membuka peluang para dosen UI menempuh studi master dan doktor di luar negeri. "Hal yang membanggakan ialah, dosen dari Indonesia, khususnya UI banyak yang merupakan dosen di Universitas di Eropa. Ada 464 dosen UI yang melakukan riset dan mengajar di universitas partner UI di negara lain," tegasnya.

Tahun lalu, UI memiliki 149 kerja sama pendidikan internasional aktif dengan 26 negara di dunia. Kerja sama yang dirintis oleh UI ini tidak hanya diperuntukkan bagi para mahasiswa UI, tetapi juga terbuka juga bagi universitas lain di Indonesia.
http://kampus.okezone.com/read/2011/...i-negeri-orang
------------------

Inilah dampak Liberalisasi Pendidikan Tinggi Negeri yang kebablasan dengan kelahiran UU BHP di masa lalu. Setelah MK membatalkannya, UI dan PTN sejenisnya (UGM, ITN, IPB) agak terseok-seok membiayai institusinya. Itu belum lagi dengan mulai terungkapnya aroma kasus-kasus korupsi akibat pengelolaan keuangannya yang tak transparan di :PTN-PTN itu. KPK dan BPK sebenarnya sudah mulai mengungkapkannya, tetapi tak jelas bagaimana kelanjutannya mengenai kasus korupsi di PTN itu (silahkan lihat berita KPK dan berita BPK ini).

Dari sisi proses belajar-mengajar pun, jelas sangat mempengaruhi mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi ternama di tanah Air itu. Banyaknya Dosen-dosen bermutu dan perpengalaman yang kini minggat ke luar negeri atau bekerja di luar PTN itu, mengakibatkan proses belajar-mengajar mahasiswa agak terganggu, terutama dari sisi mutu pembelajarannya. Teman-teman gua di UI banyak mengeluh belakangan ini, hampir sebagian besar perkuliahannya hanya di isi oleh assisten-dosen lulusan S1 saja, karena dosen utamanya meroyek atau ke luar negeri. Bisa dibayangkan, mahasiswa S1 hanya diajar lulusan S1 di PTN sebesar dan seterkenal UI itu, akan kemana akhirnya negeri ini?

dadoel 18 Mar, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...