"The New VOC" : Ada Konspirasi Asing Dibalik Kenaikan Harga BBM?




Ichsanudin: Indonesia Masih Tunduk Mekanisme Pasar Bebas
AntaraAntara – 6 jam yang lalu

Surabaya (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Ichsanudin Noersy menyatakan hingga saat ini Indonesia masih tunduk pada mekanisme pasar bebas yang disuarakan oleh negara-negara Barat salah satunya Amerika.

"Saya ingin `iqro` (membaca). Kami tidak ingin sekedar bicara melainkan ada bukti berupa data," kata Ichsanudin di Diskusi Studi Kasus Liberalisasi Migas Pascakeputusan rapat paripurna DPR RI yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jatim di Asrama Haji Surabaya, Minggu. Menurut dia, selama ini pihaknya mempelajari bahwa kebijakan pemerintah dengan berupaya menaikkan harga BBM beberapa waktu lalu ada kaitannya dengan campur tangan dari negara asing dalam hal ini Amerika.

"Ada perintah melalui radiogram yang menyatakan ada arahan untuk melakukan perubahan UU Migas," katanya.

Selain itu, lanjut dia, ada upaya dari negara asing untuk meminimalkan peran Pemerintah Indonesia dalam sektor migas dan meningkatkan peran swasta dalam sektor migas. "Mereka (Amerika) sangat lihai menjajah Indonesia. Bahkan mereka menggandeng kerja sama dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan media massa untuk pembenaran. BLT (bantuan langsung tunai) sebagai pengganti kenaikan BBM adalah suap politik," ujarnya.

Sementara anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, Jamal Aziz menambahkan, sikap partainya pada saat ramai-ramainya rencana kenaikan BBM sudah jelas yakni menolak berbagai bentuk upaya menaikkan harga BBM.

"Sebelum ramai dibahas, partai kami sudah menetapkan menolak kenaikan harga BBM. Bahkan pada saat rapat paripurna DPR, fraksi kami "walk out"," katanya.

Menurutnya, jumlah fraksi Hanura di DPR hanya minoritas sehingga sulit melakukan perubahan atas kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. "Kami tegas dalam hal ini, beda dengan partai lain yang masih ada kompromi," ujarnya.

Sementara itu, Dewan Pengurus Pusat (DPP) HTI Hafidz Abdurahman mengatakan kenaikan BBM adalah agenda asing. "Namun setelah gagal menaikkan BBM waktu lalu, pemerintah tidak habis akal dengan mengeluarkan kebijakan baru berupa mobil di atas 1.500 cc wajib memakai pertamax," katanya.

Untuk itu, kata dia, HTI sendiri memiliki konsep APBN Khilafah, dimana dalam penerapan tata kelolahnya menggunakan hukum syariah
http://id.berita.yahoo.com/ichsanudi...--finance.html



Negara Lakukan Terorisme kepada Rakyat Soal BBM
Sabtu, 21 Apr 2012

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menegaskan bahwa pemerintah melakukan kegiatan terorisme dengan berbagai kebijakan yang menyangkut Bahan Bakar Minyak (BBM). "Ini adalah terorisme yang dilakukan oleh negara, yaitu pemerintah dan DPR," tegas Tulus dalam dialog Polemik bertajuk 'BBM Bikin Galau' yang digelar di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/4/2012).

Menurut Tulus, kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga BBM merupakan tindakan terorisme ekonomi, sebab, wacana kenaikan harga BBM yang tak jelas ini membuat harga Sembako, biaya material bangunan, bahkan biaya angkutan umum juga akan dinaikan. "Psikologi masyarakat konsumen itu dikoyak-koyak oleh isu kenaikan BBM," kata Tulus.

Lebih lanjut, Tulus mengatakan, wacana pengendalian BBM bersubsidi yang muncul saat ini pun banyak kekurangan dalam pelaksanaannya sehingga akan menimbulkan banyak penyelewengan yang akan terjadi. "Ada dua kelemahan, yaitu pengawasan dan mahalnya biaya pengawasan yang kabarnya sampai Rp. 400 miliar," jelas Tulus.
http://id.berita.yahoo.com/negara-la...HRlc3QD;_ylv=3



PDIP Tuding Pemerintah Paksa Publik Gunakan Pertamax
Senin, 23 Apr 2012

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Fraksi PDIP DPR RI menilai rencana pemerintah membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk jenis kendaraan bermotor diatas 1500 CC sama artinya sama dengan memaksa masyarakat agar segera beralih menggunakan Pertamax.

Kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Senin, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi VII Daryatmo Mardiyanto mengatakan bahwa ada tendensi pemerintah memaksa kelompok masyarakat level tertentu agar mengkonsumsi BBM yang tidak bersubsidi.

Padahal, ia menambahkan, berbagai data dan alasan yang digunakan pemerintah sebagai dasar untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi itu sangat tidak akurat.

"Semula Menkeu mengatakan bahwa kuota BBM bersubsidi itu sudah terlampau hingga 47 juta kilo liter dari alokasi di APBNP sebesar 40 juta kilo liter. Lalu kemudian direvisi menjadi 44 juta kilo liter dan terakhir dinyatakan kebutuhan itu 43 juta kilo liter," ujarnya.

Dikemukakannya bahwa kalaupun angka konsumsi BBM bersubsidi itu sudah mencapai 43 juta kilo liter, kelebihan tersebut menurut perhitungan PDIP masih bisa ditutupi oleh realokasi anggaran bantuan langsung sementara masyarakat yang gagal dilaksanakan.

"Jadi sesungguhnya tidak perlu ada rencana pembatasan karena realokasi anggaran yang semula diperuntukkan bantuan langsung sementara sudah cukup untuk menutup subsidi BBM itu," ujarnya.

Mardiyatmo juga mempertanyakan mengapa pemerintah selalu menyodorkan data dan informasi yang simpang-siur terkait BBM itu.

"Survei yang kami lakukan, selama ini subsidi BBM masih tepat sasaran. Tidak benar jika pemerintah mengatakan subsidi telah salah sasaran sehingga harus dilakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi ini," ujarnya.

Lebih lanjut politisi PDIP itu menuding pemerintah tidak pernah berupaya memberikan pilihan-pilihan kepada masyarakat, seperti konversi gas atau hal lainnya.

Ditempat yang sama, anggota Komisi XI DPR RI dari FPDIP Dolfie OFP mengatakan bahwa karena skenario sesuai pasal 7 ayat 6A UU APBN tidak memungkinkan pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebelum 6 bulan, maka opsi yang ditempuh pemerintah adalah kembali ke pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.

Senada dengan Mardiyatmo, Dolfie juga mengkritik pemerintah yang dinilainya tidak konsisten dengan rencana konversi BBM ke gas yang telah dialokasikan anggarannya sebesar Rp2 triliun.

"Kebijakan pemerintah ternyata lebih pada pilihan memaksa masyarakat agar beralih menggunakan Pertamax," ujarnya.
http://id.berita.yahoo.com/pdip-tudi...HRlc3QD;_ylv=3



-------------------




350 tahun dijajah VOC dan Londo; 3,5 tahun dijajah Jepang; 32 tahun dijajah rezim otoriter ORBA; dan kini di zaman REFORMASI, kembali dijajah 'the New VOC' yaitu World Bank dan IMF? Alamak ... kasihannya nasib bangsaku

dadoel 30 Apr, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...