Anas, Politisi yang Tersandung Kerikil

KOMPAS.com - Politisi muda yang santun, sederhana, dan mencintai keluarga. Demikian kesan yang sekilas muncul ketika melihat Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat mendampingi istrinya, Athiyyah Laila, di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 26 April. Hari itu, Athiyyah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pelatihan dan Pendidikan Olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, senilai Rp 1,52 triliun.
Kisah tentang pemimpin yang berani mengakui kesalahan dan mengambil alih tanggung jawab sulit ditemui dalam cerita politik Indonesia belakangan ini.

Kesantunan Anas tecermin dari cara bicaranya yang lembut saat memberi keterangan. Kesan kecintaan Anas terhadap keluarga terbangun lewat pengakuannya yang sering menemani Athiyyah berbelanja di pasar. Suami-istri itu juga terkesan sederhana, antara lain karena "hanya" mengendarai mobil Toyota Kijang Innova.

Semua kesan positif itu menjadi antitesis dari berbagai dugaan keterlibatan Anas dan istrinya dalam sejumlah persoalan korupsi.

Namun, berbagai citra positif itu mendadak seperti lenyap ketika terungkap penggunaan pelat nomor palsu untuk Toyota Kijang Innova yang dikendarai Anas dan istrinya, yaitu B 1716 SDC. Nomor mobil itu ternyata juga dipakai di Toyota Alphard yang dikendarai Anas saat membuka diklat SAR Nasional Angkatan I Divisi Tanggap Darurat DPP Partai Demokrat di Cibubur pada 12 Maret 2012.

Sebuah kesalahan "sederhana", tetapi dapat disebut fatal karena melanggar Pasal 68 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukumannya maksimal pidana kurungan selama dua bulan dan denda Rp 500.000.

"Kadang orang bisa jatuh bukan karena batu karang, tetapi kerikil," kata Ruhut Sitompul, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, saat mengomentari kasus mobil Anas.

Namun, tidak hanya Anas yang tersandung kerikil. Presiden Jerman Horst Koehler pernah dikritik warganya karena menyatakan keterlibatan tentara negaranya di Afganistan adalah untuk mengamankan kepentingan ekonomi Jerman.

Koehler sebenarnya tidak melanggar hukum. Namun, akibat pernyataan itu, pada 31 Mei 2010, dia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Jerman. Koehler memilih mengakui kesalahan dan mengambil tanggung jawab dari perkataannya dengan cara mengundurkan diri.

Bersiap mengakui kesalahan dan mengambil alih tanggung jawab juga diperlihatkan Dwight D Eisenhower dalam Perang Dunia II. Persisnya ketika dia memimpin operasi pendaratan pasukan Sekutu di Normandia, Perancis, pada 6 Juni 1944.

Menyadari besarnya risiko pendaratan yang masih tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah ini, Eisenhower, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-34, menyiapkan pidato jika aksi itu gagal. Naskah pidato—yang tak jadi diucapkan—itu antara lain menyatakan, "Jika ada yang patut dipersalahkan atas upaya ini, itu adalah saya sendiri."

Sayang, kisah tentang pemimpin yang berani mengakui kesalahan dan mengambil alih tanggung jawab sulit ditemui dalam cerita politik Indonesia belakangan ini. (M Hernowo)

http://nasional.kompas.com/read/2012...andung.Kerikil


berita sebelumnya :


Anas Urbaningrum Bungkam Soal Penangkapan Angie

TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum memilih bungkam saat disinggung mengenai kasus yang kini menjerat mantan Sekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh.

Anas juga enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait sikap partai terhadap Puteri Indonesia tersebut yang kini ditahan KPK terkait posisinya sebagai anggota DPR apakah akan dipecat sebagai kader partai seperti Nazarudin atau tidak.

"Maaf ya, terima kasih," elak Anas saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke Lapas Garut, Jalan Hasan Arif Kota Garut, Rabu (2/5/2012).

Namun, sebelum masuk ke mobil Toyota Alphard hitam miliknya, bernomor B 69 AUD, Anas meminta agar semua pihak dapat menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan tidak sekali-kali mencampurinya dengan berbagai opini yang sengaja dibangun karena dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap proses penegakan hukum.

"Mari kita serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Biarkan mereka bekerja dengan baik," ujarnya.

"Jika terus dicampuri oleh opini, yang terjadi justru hanya kemenangan opini, bukan keadilan. Jadi serahkan semuanya ke proses hukum," kata mantan anggota KPU pusat itu.

Anas juga memilih tutup mulut ketika ditanya kasus proyek Hambalang senilai triliunan rupiah. Dengan dikawal beberapa orang pria berbadan tinggi besar, Anas bergegas masuk ke mobil Toyota Alphard yang ditumpanginya.

Selebihnya, Anas lebih suka bicara soal peluang Demokrat dalam Pilkada Jabar. Menurut Anas, Partai Demokrat akan memenangi pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Barat pada 2013 mendatang.

Menurut Anas, partainya memiliki semua syarat untuk memenangi hajat besar rakyat Jawa Barat.
Beberapa tokoh dan kader Partai Demokrat yang sudah mendaftarkan diri baik sebagai bakal calon gubernur (cagub) atau bakal calon wakil gubernur (cawagub), menurut Anas, memiliki segala kriteria untuk menjadi seorang pemimpin.

"Calon yang sudah daftar kami anggap semuanya memiliki kapasitas dan layak untuk memimpin Jawa Barat. Kami yakin menang," kata Anas saat ditemui usai membuka Rakorcab Partai Demokrat Kabupaten Garut di Aula Musadaddiyah, Jalan Mayor Samsu, Kecamatan Tarogong Kidul Garut, Rabu (2/5/2012).

Iwan Sulandjana, Daday Hudaya, dan Dede Yusuf yang sudah mendaftar ke DPD Partai Demokrat Jawa Barat sebagai calon gubernur, kata Anas, akan disaring melalui sebuah survei untuk kemudian dilihat elektabilitas dan popularitasnya.

"Setelah melalui survei, baru kami akan tentukan siapa yang akan maju," kata Anas.

http://www.tribunnews.com/2012/05/03...angkapan-angie


anas sepertinya belakangan ini akan susah tidur, tapi kalo memang korup ya korup aja.. gak usah munafik ...

leyhendra 05 May, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...