[DISKUSI] Modus APBN Dirampok Psh Migas: via Pajak, Cost Recovery & Dana Subsidi BBM

PENGANTAR @TS:
Ada sebuah sebuah benang merah yang tampaknya mulai kelihatan mengenai 'perampokan' besar-besaran dana APBN kita selama ini tanpa banyak diketahui orang awam, termasuk para akedemisi dan pengamat. Yaitu korupsi dana APBN yang sangat amat besar dari sektor bisnis migas yang berhubungan dengan dana APBN. Setidaknya, dari laporan media yang masih berupa serpihan-serpihan itu, kalau disatukan membentuk 3 modus besar 'perampokan' APBN itu (harap dicatat, kata perampokan disini masih dalam tanda kutip, artinya masih perlu pembuktian lanjut) oleh perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan, khususnya migas, terutama yang dilakukan perusahaan PMA.

Modus pertama adalah menghindari pajak atau istileh kerennya 'ngemplang pajak'. Kasus Gayus adalah contoh nyata akan adanya kongkalikong antara perusahaan-perusahaan migas itu dalkam menghindari pemayaran pajak yang jujur ke negara, dengan memanfaatkan jasa oknum petugas pajak yang korup. Kemudian temuan BPK lebih menguatkan akan hal itu, dimana ditemukan banyaks ekali perusahaan pertambangan yang tidak membayar pajak ke negara.

Modus kedua adalah memanfaatkan dana 'cost recovery'. Cara yang umum adalah dengan melakukan 'mark up' biaya produksi. Atau tidak melaporkan secara jujur, berapa sebenarnya volume produksi minyak dan gas yang berhasil disedot dari dalam Bumi. Diduga kuat akibat lemahnya pengawasan, dan faktor birokrasi Pejabat yang mengawasi masih mudah disogok seperti Gayus itu, praktek curang itu tetap berlangsung hingga saat ini. Terakhir, dengan membuat proyek fiktif oleh perusahaan kontraktor perminyakan itu, lalu meminta dana 'cost recovery' ke BP Migas. Itu yang kini sedang hangat diteliti kejagung terhadap proyek fiktif Chevron.

Modus lainnya, adalah pemanfaatan dana subsidi untuk BBM yang dipakai untuk membeli minyak impor yang ditangani oleh anak perusahaan Pertamiina yang berpusat di Singapore, PETRAL. Ratusan miliar dana subsidi APBN untuk energi yang digunakan untuk pembelian minyak impor, tak terkontrol dan terawasi dengan baik selama ini. Sehingga dugaan kuat bila anak perusahaan Pertamina itu melakukan korupsi besar=besaran dalam memakai dana subsisi APBN untuk pembelian minyak impor selama ini. Dibawah ini adalah pemberitaan seputar korupsi APBN yang bersumber dari bisnis di sektor migas. Selamat berdiskusi.



Kerugian Perusahaan Tambang Bisa Puluhan Juta Dolar
Selasa, 24 April 2012 13:44 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak ada pelarangan ekspor akibat kebijakan pasal 21 Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2012, banyak perusahaan tambang mineral akan gulung tikar akibat kebijakan tersebut. Dampak dari kebijakan tersebut, pihak bank dan lembaga keuangan lainnya telah menghentikan pembiyaan terhadap kegiatan tambang, baik dana untuk pembiayaan eksplorasi maupun operasi produk sampai adanya kejelasan kebijakan investasi pertambangan Indonesia.

Dari data yang dihimpun Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), satu perusahaan tambang mineral bisa rugi hingga 40 juta dolar AS, sejak eksport mereka akan dihentikan yang berlaku mulai tanggal 26 April 2012. "Untuk membangun satu perusahaan tambang itu pinjamannya bervariasi. Untuk membangun perusahaan tambang mineral dengan kapasitas 200 ton membutuhkan 30 juta dolar AS,"ujar Ketua Apemindo, Poltak Sitanggang kepada Tribunnews.com, Selasa (24/4/2012).

Di dalam Peraturan Menteri ESDM No. 07 tahun 2012, dijelaskan kalau setiap perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter (pabrik mengubah bahan mentah jadi bahan setengah jadi yang tujuannya untuk diekspor). Namun dengan tidak adanya hasil ekspor, tidak ada dana untuk membangun smelter (peleburan) di dekat perusahaan tambang. "Kalau pembangunan perusahaan tambang ditambah membangun smelter bisa sampai 50 juta dolar AS itu maksimalnya ya. Apalagi kalau ditambah kapasitas Masyarakat Pertambangan Indonesia sampai 400 juta dolar AS,"ungkap Poltak Sitanggang.
http://www.tribunnews.com/2012/04/24...han-juta-dolar


Pemerintah Guyur Cost Recovery Rp 135 Triliun ke Perusahaan Migas
Kamis, 12 April 2012 11.18 WIB

(Management – Finance ), Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran cost recovery US$ 15 miliar atau sekitar Rp 135 triliun kepada perusahaan migas. Kok besar sekali? Beberapa pengamat mengritik naiknya cost recovery dalam APBN-P 2012 menjadi US$ 15,13 miliar dari US$ 12 miliar, sebagai pemborosan anggaran. Namun menurut Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono, apabila cost recovery diturunkan maka akan berdampak pula dengan penurunan produksi minyak.

"Kalau cost recovery diturunkan maka produksi minyak kita akan ikut turun pula. Di mana cost recovery merupakan bagian dari kegiatan produksi minyak yang dilakukan oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama) dalam memproduksi minyak, dan itu diminta pengembalian dari pemerintah," kata Priyono ketika ditemui di Kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (10/4/2012).

Menurut Priyono, yang bisa dilakukan pihaknya agar tidak membebani APBN-P 2012 dan agar produksi minyak tidak turun, bukanlah memotong cost recovery tetapi melakukan pengendalian cost recovery dengan penetapan rasio antara 22-25%. "Kita kendalikan bukan memotong, misalnya cost recovery diatur 22-25% rasionya dari growth revenue artinya dari kewajaran bisnisnya. Jadi kita dapat bagian produksi minyak 57% mereka (KKKS) dapat 15-20%, nah cost recovery tadi sekitar 22-25%," jelasnya.

Ditambahkannya, kalau misalnya seperti pada 2012 KKKS meminta cost recovery sebesar US$ 17 miliar namun pada APBN 2012 ditetapkan US$ 12 miliar artinya ada selisih yang cukup besar. "Makanya kita atur, pada APBN-P 2012 ditetapkan US$ 15 miliar, dan kita atur cost recovery-nya, jadi jika ada kelebihan maka cost recovery akan dibayarkan pada tahun depan. Di situlah ada unsur pengendalian, jadi penerimaan negara tidak kurang misalnya dari 40%," tandasnya.

Sebagai Seorang analis Vibiz Consulting di Vibizmanagement, Darwin Huang menambahkan bahwa kenaikan Cost Recovery akibat kenaikan harga ICP yang dijelaskan oleh pemerintah memang cukup beralasan. Namun, pengalaman selama ini, kenaikan dari cost recovery malah tidak dibarengi dengan peningkatan produksi minyak dalam negeri, sehingga kebijakan ini dinilai tidak tepat. Banyak spekulasi yang mengaitkan antara peningkatan cost recovery ini sebagai bentuk ketidakefisienan penambangan minyak, dimana ada motif dari kontraktor minyak untuk melakukan mark-up biaya yang tidak berhubungan langsung dengan biaya lifting minyak, untuk kemudian ditanggung oleh pemerintah melalui APBN.
http://managementdaily.co.id/news/in...ial_news/753/0

-------------

Kalau diperhatikan besaran dana yang dikorupsi di sektor migas ini, angka lebih gila ketimbang total dana yang di korup oleh Kepala Daerah dan Anggota DPR/D selama ini. Sudah waktunya KPK mulai putar haluan menyelamatkan dana negara.

ciletcilet 06 May, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...