''Revolusi'' Lidah Tengah Terjadi di Irak

[imagetag]

TEMPO.CO, Baghdad - Restoran Saysaban di Baghdad, Irak, tidak pernah berhenti beroperasi. Bahkan, ketika tank Amerika serikat mulai mendarat dan menggempur kota itu, restoran tetap buka.

Juga ketika perang memanas, roket-roket, yang terdengar seperti kereta menderu di atas kepala, tidak pernah terganggu pelayan berpakaian rapi menghidangkan nasi, kebab, salad, dan ikan bakar. "Pemiliknya tetap bersikeras restoran ini terbuka," kata manajer restoran, Haider Abbas.

Kini, setelah Baghdad aman, Restoran Saysaban makin laris dan menjadi saksi ''revolusi'' lidah rakyat Irak. Menurut Abbas, kini semakin banyak warga Irak mencari masakan Barat atau internasional ketika mereka pergi ke restoran itu. Setelah terputus dari dunia, sebagian besar rumah tangga kini memiliki televisi satelit dan akses internet, memperlihatkan minat rakyat Irak akan kebiasaan makan Barat.

Saysaban masih melayani kebab domba Irak yang terkenal, tapi restoran telah memperluas dengan memasukkan "steak San Francisco" dalam daftar menunya, juga ayam jahe (ginger chicken). Beberapa tahun lalu, mereka bahkan berhenti membuat masgouf, ikan sungai besar yang dibelah dan dipanggang di atas api terbuka. Alasannya, menu khas Irak ini mulai ditinggalkan, ditandai dengan hanya segelintir saja pelanggan yang memesannya.

Kini, hampir semua stasiun televisi Irak juga menyajikan acara kuliner. Salah satu yang paling populer di Al Sumaria TV yang dibintangi koki Khaldoom al-Khazaly.

Selama pertunjukan live, al-Khazaly mempersiapkan hidangan Asia dan menjawab pertanyaan dari pemirsa yang menelepon secara langsung. Pertanyaannya kadang tentang teknik memasak, kadang tentang hal-hal praktis, seperti "Dimana mendapatkan saus hoisin di Baghdad?"

Naik daunnya makanan internasional di Irak telah menciptakan budaya baru: muncul banyak chef selebriti. Chef Muhammad Sewady yang sangat populer selama bulan suci Ramadhan, ketika rakyat Irak terbiasa menyajikan aneka makanan untuk berbuka, mengakui perubahan selera ini.

Setiap hari selama bulan Ramadhan, Sewady memasuki rumah-rumah di Irak secara acak, dibuntuti oleh kru kamera, dan memasak untuk keluarga. "Mereka tidak suka ketika saya mulai memasak masakan Irak," kata Sewady. "Mereka suka makanan Barat."

Kini, sebagian besar restoran baru mengkhususkan diri pada makanan seperti pizza, pasta, atau ayam goreng.



Makanan tradisional tetap hidup di rumah dan di restoran kelas pekerja. Menurut Nawal Nasrallah, seorang Irak-Amerika yang menulis sebuah buku masakan tradisional Irak, warga Irak masih sangat bangga dengan kebab mereka, terbuat dari jenis domba Irak yang khas.

Restoran Hasnawi, berkreasi dengan menu domba yang diolah dari kepala binatang ini. Dalam sebuah sajian yang bernama pacha, kepala direbus selama berjam-jam dan dianggap sebagai obat pre-emptive untuk mabuk. Haider Hasnawi, 42 tahun, sang pemilik, menyatakan demam masakan Barat memang tengah melanda Irak, namun ia optimis masakan domba Irak tak akan dilupakan. "Irak hanya ingin (masakan Barat) untuk sementara waktu dan kemudian meninggalkannya," ujarnya optimis.




TRIP B | USA TODAY

====

jadi laper........ :genit:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...