Mahkamah Konstitusi Uji UU APBN untuk Lapindo, kayaknya Ical Kalah Sekali ini

Mahkamah Konstitusi Uji UU APBN untuk Lapindo, Pasal 18 UU APBNP tahun 2012
Tue, 19/06/2012 - 23:26 WIB

JAKARTA-MAHKAMAH Konstitusi (MK) tidak akan pernah terjebak dengan isu-isu politik seputar kasus Lumpur Lapindo. MK kini tengah menguji materiil Pasal 18 UU APBNP tahun 2012 terkait kucuran sebagian anggaran negara untuk lumpur Lapindo. MK hanya akan menguji UU itu apakah bertentangan dengan Konstitusi atau justru Inkonstitusional.

Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara MK Akil Mochtar, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (19/6). "MK dalam pengujian UU hanya menguji norma dari UU itu, apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Dalam mengadili kami tidak pernah terikat atau peduli dengan isu-isu politik," tandasnya. Mantan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, MK tetap akan fokus dengan apa yang menjadi wewenangnya dalam menguji UU, bukan bermain politik. "MK tidak akan pernah dan tidak akan mau ditunggangi oleh kepentingan politik siapa pun. Termasuk soal gugatan penggunaan dana APBNP 2012 untuk penanganan lumpur ini," kata Akil Mochtar.

Sebagaimana diinfokan, pemohon uji materi UU APBNP 2012 ini adalah Ali Akbar Azhar, seorang peneliti dan juga menulis buku "Konspirasi SBY-Lapindo". Penggugat lainnya adalah Tjuk K Sukiadi, pakar ekonomi yang pernah mengajar di Universitas Airlangga, Surabaya, dan Letjen TNI Marinir (Purnawirawan) Suharto. Pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 1,3 triliun pada anggaran perubahan 2012 untuk menangani dampak sosial kemasyarakatan penanganan korban lumpur Lapindo. Dana itu akan digunakan untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup pada daerah terkena dampak dan di luar area peta terdampak.

Dengan pengucuran dana ini, maka pemerintah mengambil alih tanggung jawab PT Lapindo Brantas dalam penanganan sosial kemasyarakatan akibat semburan lumpur. Padahal sesuai Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007, Lapindo Brantas bertanggung jawab membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena dampak luapan lumpur Lapindo. Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Dolfie o.F. Palit mengatakan, sesuai Pasal 18 Undang-Undang APBN-Perubahan 2012, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun untuk korban Lapindo. Menurut dia, pemerintah sudah mengganggarkan sekitar Rp 7,2 triliun sejak 2007 untuk menanggulangi semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, tersebut.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 18 UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN-P 2012 yang mengatur upaya penanggulangan lumpur Lapindo, Jumat (15/6). Pengujian Pasal upaya penanggulangan lumpur Lapindo ini diajukan oleh Drs Ec H Tjuk K Sukiadi (pensiunan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya), Purnawirawan Marinir Suharto dan Ali Azhar Akbar (penulis buku berjudul Konspirasi SBY-Lapindo dan peneliti kasus lumpur Lapindo).

Kuasa Hukum Pemohon, Taufik Budiman mengatakan, terjadinya kasus lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, adalah kesalahan dan kelalaian yang dilakukan pihak Lapindo Brantas Inc. Menurut dia, ketentuan Pasal 18 UU APBNP 2012 menimbulkan terjadinya pelaksanaan yang tidak murni dan tidak konsekuen terhadap UUD 1945.

"Untuk memberikan pengakuan, jaminan dan kepastian hukum mengenai pajak yang dibayar oleh para pemohon yang seharusnya dimaksudkan untuk menyejahterakan rakayat maka ketentuan Pasal 18 UU APBNP harus dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Taufik.

Dia mengungkapkan bahwa potensi kerugian pemohon adalah keuangan negara yang bersumber dari pajak untuk membayar dan memberikan ganti rugi akibat kasus lumpur Lapindo. "Kasus Lapindo ini murni kesalahan tanggung jawab mutlak dari PT lapindo Brantas. Jadi tidak boleh pakai uang negara untuk menalangi kesalahan indivindu," katanya Taufik.

Dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini, majelis panel diketuai Anwar Usman didampingi anggota Akil Mochtar dan Hamdan Zoelva. Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan bahwa pemohon belum menjelaskan secara detail tentang kerugian yang disebabkan oleh pasal tersebut.

Hamdan juga mempertanyakan kenapa pemohon baru melakukan uji materi pada tahun ini karena pemerintah mengeluarkan anggaran juga sebelumnya sudah pernah diatur dalam UU APBN tahun 2010 dan 2011. "Jadi ini bukan hal baru. Mengapa kok baru sekarang digugat. Nah, coba saudara pemohon berikan alasan," kata Hamdan.

Sedangkan Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyarankan permohonan disusun secara lebih spesifik menjelaskan hubungan pajak yang wajar, kerugian dengan berlakunya UU ini dan pembuktian kerugian. Ketua Panel Anwar Usman mengatakan bahwa saran dari para hakim ini diserahkan kepada pemohon apakah menerimanya atau tidak. Untuk itu majelis panel memberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.

Penggugat UU APBN tersebut yakni penulis buku 'Konspirasi SBY-Bakrie' Ali Azhar Akbar (baju putih) didukung oleh akademisi Universitas Airlangga Tjuk Sukiadi (baju biru) dan Letjen Marinir Suharto (batik hitam) saat mendaftar gugatan di MK. Penggugat selaku warga negara pembayar pajak yang dirugikan hak-haknya.
http://www.rimanews.com/read/2012061...bnp-tahun-2012


Gunakan APBN untuk Talangi Kasus Lapindo, SBY 'Abused Power'
Sat, 16/06/2012 - 16:43 WIB

JAKARTA, RIMANEWS- Masalah lumpur Lapindo seharusnya dipisah menjadi dua persoalan besar yaitu pertama ada perbuatan pidana dan yang kedua perbuatan perdata. Dalam dua problem besar ini Bakrie tidak bertanggung jawab terlebih tidak ada kepastian hukum bagi pejabat di negeri ini yang melakukan kesalahan. Demikian dikatakan pengamat pertambangan dan ekonomi, Salamuddin Daeng.

"Dalam perbuatan pidana disini mereka melakukan hal yang menyebabkan orang lain dirugikan, sengsara, sakit, rusak harta benda, sawah, kegiatan usahanya, bahkan mati perlahan-lahan. Dan dari segi perdata ada permasalahan seperti ganti rugi, relokasi, dan kerugian secara immaterial, seperti hilangnya rasa aman, stres, bahkan gila. Dimana untuk dua hal ini pengusaha tidak bertanggung jawab. Hingga saat ini tidak ada pejabat perusahaan yang ditangkap dan diadili dalam kasus in!", tegasnya, Sabtu (16/6/12).

Tak hanya penyalahgunaan dalam hukum pidana maupun perdata yang bisa dibaca dari tragedi lumpur Lapindo, Daeng menambahkan adanya penyalagunaan kekuasaan, atau Abuse of Power president SBY terhadap koneksi politiknya yaitu pemilik Lapindo. Masalah krusial ini tidak akan terhenti dan menemukan titik temu selama SBY tetap menjadi presiden, terlebih hukum di negeri ini dengan sistim tebang pilih.

"Lapindo sebuah bukti buruknya kinerja presiden SBY dalam penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Penggunaan dana APBN untuk menalangi Lapindo adalah tindakan Abuse of Power pemerintah SBY dan Parlemen DPR. Pemerintah SBY harus mundur karena telah membuat rakyat menderita. Rakyat harus terus bergerak massive untuk mendapatkan haknya kembali dan membuka mata. Tuntut ke Golkar, DPR, Presiden, kantor Lapondo juga", tandas Daeng.

Ratna dalam pernyataannya menegaskan bahwa dirinya yakin lumpur Lapindo bukan bencana karena sejak awal juga telah diperingatkan bahwa ini bahaya. Ratna mengungkapkan pada awal pihak Bakrie membuat bor vertical padahal dari konsultan dinyatakan ini jangan dilakukan.

"Mereka udah bikin teropong, sudah di potret dan sudah disurvei itu titik - titiknya ada dimana mana jadi kalau dipaksa begini pasti akan meletup kemana mana. So simple, dan ini jelas bukan bencana alam," tegasnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (14/6/2012) malam.

Untuk mengingat kembali sejak Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus semburan lumpur Lapindo dikeluarkan Polda Jawa Timur, 5 Agustus 2008 lalu, kasus lumpur Lapindo dianggap sebagai bencana alam. Akibatnya negara harus bertanggung jawab kepada korban dan pemulihan kembali terhadap daerah terdampak dan tak terdampak kasus lumpur Lapindo. Kenyataannya Lapindo juga masih menunggak sebesar Rp 900 milyar terhadap korbannya.[
http://www.rimanews.com/read/2012061...y-abused-power


---------------

Berat bagi Ical untuk menang sekali ini. Bagaimana pun keadilan harus ditegakkan, meskipun ada keputusan pengadilan sebelumnya, bahwa Lapindo tak bersalah sama sekali, karena kejadian lumpur panas itu akibat bencana alam
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...