Menghitung TARIF IKLAN Foke di TV (total nilainya mencapai sekitar Rp 33,6 miliar !)

Menghitung Tarif Iklan Foke di Layar Kaca

Untuk tarif iklan komersial per setengah menit atau durasi 30 detik bernilai kurang lebih Rp 30 juta untuk sekali tayang.

[imagetag]
Spanduk kampanye Gubernur DKI Jakarta

Senin, 09 Juli 2012 | 06:00
Berapakah besar dana yang dihabiskan oleh pasangan calon Gubernur incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli untuk membiayai pembuatan serta penayangan lebih dari delapan versi iklan kampanye miliknya?

Ade Armando, pakar ilmu komunikasi dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa untuk tarif iklan komersial (dalam hal ini, kampanye termasuk ke dalamnya) per setengah menit atau 30 detik bernilai kurang lebih Rp 30 juta untuk sekali tayang.

"Tentunya harga tersebut berbeda untuk TV Nasional dengan TV Lokal, belum lagi kalau penayangannya pada jam prime time," kata Ade, saat dihubungi, Kamis (5/7).

Untuk diketahui, pasangan calon Gubernur Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli atau Foke-Nara memiliki lebih dari delapan versi iklan yang tayang di lebih delapan televisi baik Nasional maupun Lokal. Frekuensi penayangan iklan kampanye milik pasangan nomor urut satu ini adalah 10 kali setiap harinya selama dua minggu masa kampanye atau sejak 24 Juni hingga 7 Juli mendatang.

Kalau dihitung secara keseluruhan untuk satu televisi saja, berarti pasangan ini menghabiskan sekitar Rp 300 juta setiap harinya atau Rp 4,2 miliar selama masa kampanye. Nah, bila dikali ada delapan stasiun televisi maka total nilainya mencapai sekitar Rp 33,6 miliar dengan hitungan rate tarif iklan normal.

Namun, nilai tersebut belum termasuk iklan yang tayang di bioskop, radio, media cetak baliho, pamflet dan sebagainya. Belum lagi untuk membayar proses pembuatan dan pembayaran artis-artis yang terlibat di dalam iklannya.

Untuk sekedar diketahui, untuk membayar sutradara pembuat iklan tersebut, yang dalam hal ini adalah Ipang Wahid, bernilai Rp 100 hingga Rp 125 juta per harinya selama pembuatan iklan.

Namun, yang menarik adalah, pelaporan dana kampanye dari pasangan Foke-Nara pada satu hari menjelang kampanye ke KPU DKI hanya melampirkan anggaran sebesar Rp 27,65 miliar saja. :D :D :D

Menanggapi fakta ini, Apung Widadi, salah satu peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW) mengatakan dana kampanye yang dilaporkan pasangan calon ini pada dasarnya sangat terbalik dari kenyataan pengeluarannya. "Yang dilaporkan itu sangat kecil dibandingkan dengan pengeluarannya," ujar dia.

Secara khusus Apung mengatakan ICW saat ini sudah memiliki catatan khusus untuk pembiayaan iklan kampanye milik Foke-Nara ini. "Kita jangan terpatok dengan data yang diberikan oleh calon, karena dana itu bisa sangat manipulatif," kritik dia.

Untuk dana iklan kampanye sendiri, tambah Apung, sebenarnya bisa sangat mudah dihitung dan tidak bisa dimanipulatif. "Kita bisa minta kesimpulan jumlah penayangan pada akhir masa kampanye kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) setelah itu kita hitung dengan metodologi yang ada," tandasnya.

Ide dan Konsep Iklan Foke

Di sisi lain, Ipang Wahid, sutradara sekaligus konseptor dari iklan kampanye milik pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli atau yang lebih dikenal dengan Foke-Nara, menjelaskan bahwa delapan iklan kampanye tersebut dibuat dengan beragam jenis dan versi.

"Jadi, dari delapan iklan itu, terdiri dari testimoni sejumlah tokoh, dan juga beberapa versi lagu "Fokelah kalau begitu" yang dibawakan oleh grup musik "Warteg Boys" dan juga yang berkonsep Sahabat Rakyat," kata Ipang, yang ditemui di sela-sela kesibukannya, Jakarta, Kamis (5/7).

Ipang menjelaskan, untuk iklan yang berisi testimoni sejumlah tokoh mengenai kesuksesan Foke, timnya yang dibantu dengan tim sukses Foke-Nara telah melakukan endorsement kepada sejumlah tokoh yang di antaranya adalah, mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso; musisi dangdut senior, Rhoma Irama; beberapa dalang dan artis ibukota lainnya.

Untuk versi iklan dengan musik "Fokelah Kalau Begitu" memiliki tiga versi berbeda, yang diantaranya dibawakan oleh Warteg Boys, versi jazz yang dibawakan oleh musisi jazz muda Adhitya dan versi metal yang dibawakan oleh band metal indie Pee Wee Gaskins.

"Kalau untuk versi jazz akan mulai rilis hari ini, bisa dilihat di YouTube dan bioskop, menggantikan versi Warteg Boys di seluruh bioskop ibukota," tutur Ipang.

Sementara untuk Sahabat Rakyat, iklan tersebut berkisah mengenai interaksi Foke-Nara bersama rakyat Jakarta baik dalam keseharian maupun kampanye rapat umum terbuka kemarin. "Iklan Sahabat Rakyat juga sudah bisa mulai disaksikan hari ini di semua stasiun televisi," tambah Ipang.

Ipang, yang menurut pengakuannya bukan kali pertama bekerja sama dengan Foke dalam hal publikasi di media, mengatakan bahwa ide dan konsep dari iklan kampanye milik Foke-Nara ini adalah sangat simple.

"Kalau kita mudah saja, hanya berangkat dari apa yang telah berhasil Foke lakukan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012," tuturnya.

Lebih lanjut, Ipang mengatakan ide dan konsep dari iklan kampanye ini pada dasarnya adalah program-program milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tergolong sukses. "Dari situ kita mainkan, kalau calon lain beri janji, kalau kita berikan bukti," ujarnya.

Dirinya juga mengakui diuntungkan dengan kisruh tagline 'Jakarta Jangan Berkumis' milik pasangan calon independen Hendardji-Riza Patria. "Semakin mereka membesar-besarkan hal itu, maka akan semakin terkenal kita, karena sudah pasti yang berkumis itu kan mengarah kepada calon nomor satu," imbuh dia.

Proses pembuatan keseluruhan iklan kampanye milik Foke-Nara ini dikatakan Ipang telah memakan waktu dua hingga tiga bulan. "Prosesnya bertahap, tapi kita kurang lebih sudah mulai pembuatan sejak tiga bulan yang lalu," ujarnya.

Placing Iklan

Secara khusus, untuk iklan kampanye milik Foke-Nara ini, Ipang mengaku bahwa tidak memiliki kerjasama khusus dengan stasiun televisi manapun.

Namun, Ipang mengatakan khusus untuk Metro TV, ada kerjasama khusus namun bukan untuk iklan kampanye, tetapi khusus untuk filler saja. "Untuk iklan kampanye semua rata disebar di stasiun TV swasta, dengan frekuensi yang sama," kata Ipang, tanpa mau menyebutkan berapa dia dibayar untuk membuat iklan tersebut.

Untuk frekuensi iklan sendiri, dirinya mengaku mengikuti aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, yang mengatur bahwa setiap iklan kampanye di televisi harus berfrekuensi maksimum sepuluh kali per harinya. "Kita maksimalkan saja dari aturan itu," tegasnya.

Ipang yang berada di bawah Fastcomm Media ini bekerja sama untuk pembuatan iklan kampanye ini dengan Production House (PH) Dua Lima Frames. Yang menariknya adalah, ternyata Ipang telah banyak terlibat dengan Foke dalam kapasitasnya sebagai sutradara iklan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun lalu, di mana salah satunya menyutradarai iklan ulang tahun Jakarta ke-485.

Penulis: Ronna Nirmala/ Wisnu Cipto

http://www.beritasatu.com/mobile/meg...ayar-kaca.html

ICW: Dana Hibah Sosial Rentan Jadi Dana Kampanye

[imagetag]
ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman
Tribunnews.com - Minggu, 8 Juli 2012 22:41 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu lalu Indonesia Corruption Wacth (ICW) menemukan anggaran dana hibah sosial dari APBD DKI 2012 yang mencapai Rp 1,3 triliun menjadi modal kampanye kandidat tertentu.

Apalagi, jumlah dana hibah sosial ini meningkat dari tahun lalu yang hanya Rp 800 miliar.

"Kita soroti ini karena sangat politik. Dana ini objeknya jelas yaitu organisasi kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan. Kebijakan dana hibah sosial sangat rentan dipolitisir. Dana ini akses dan alat mempengaruhi massa," ujar peneliti ICW Abdullah Dahlan di Jakarta, Minggu (8/7/2012).

Dahlan mengaku lebih khawatir lagi jika dana sebesar itu ternyata tidak utuh didistribusikan kepada organisasi yang berhak menerima.
Kemungkinan lain, bisa saja organisasi yang menerima fiktif, atau memiliki afiliasi tertentu terhadap salah satu kandidat gubernur dan wakil gubernur.

Sejauh ini, kata Dahlan, ICW masih melakukan investigasi kemana saja distribusi dana hibah sosial itu.

Apa yang dilakukan ICW mengaca pada pengalaman pemilukada di Banten dan Kampar, di mana dana hibah sosial itu mengalir ke basis pemenangan kandidat tertentu.

"Aspek pemotongan dana hibah jangan-jangan terjadi seperti diterima organisasi massa. Ini dikhawatirkan menjadi dana kampanye politik. Temuan awal organisasi penerima bukan organisasi sembarangan. Mereka basis massa yang kita khawatirkan," tandasnya.

http://jakarta.tribunnews.com/2012/0...-dana-kampanye

Quote:


[imagetag]

Lagi ... lagi Uang !


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...