Selingkuh Dana Pilkada DKI Jakarta

Para calon gubernur jorjoran menggelontorkan duit jumbo menjelang pemilihan. Fauzi Bowo, misalnya, diperkirakan mengeluarkan dana puluhan miliar rupiah. Dari mana mereka mendapatkan dana ini? Laporan utama majalah Tempo edisi 9 Juli 2012 berjudul "Selingkuh Dana DKI-1" mengungkap hal itu.

Ketua tim sukses Fauzi-Nachrowi, Ma''mun Amin, mengakui pos pengeluaran kampanye paling besar adalah iklan televisi. Jika tarif satu spot iklan kampanye Rp 20 juta dan iklan ditayangkan sepuluh kali per hari selama 14 hari masa kampanye, perlu biaya Rp 28 miliar. Ma''mun menyatakan pemasangan iklan di televisi menyedot setidaknya 40 persen dari total biaya kampanye.

Ia memperkirakan dana kampanye Fauzi-Nachrowi hingga selesai pemilihan menembus Rp 70 miliar. Sampai pekan lalu dana kampanye yang dilaporkan timnya baru Rp 59 miliar. Duit sebanyak itu, kata Ma''mun, dua pertiga berasal dari kocek Fauzi.

"Gubernur bertahan" alias incumbent ini disebutkan menjual dua rumahnya di kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat, seharga Rp 40 miliar. Dalam catatan rekening yang dilaporkan ke Komisi Pengawas Pemilihan, sepanjang April-Juni 2012, Fauzi empat kali menyetor uang dengan jumlah total Rp 30 miliar.

Fauzi merupakan calon paling tajir dalam soal dana kampanye. Pundi-pundi calon Partai Demokrat dan sejumlah partai lain ini masih berlebih dibandingkan dengan gabungan kas lima pasang calon lain--setidaknya dari laporan resmi mereka. Dari laporan tahap pertama kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta, tim Fauzi paling banyak mencantumkan nama penyumbang.

Indonesia Corruption Watch menemukan 600 transaksi senilai Rp 26 miliar di rekening semua calon berasal dari penyumbang yang tak jelas identitasnya. Para donatur perorangan ini tak menyertakan nomor pokok wajib pajak. Padahal aturannya jelas: penyumbang di atas Rp 2,5 juta harus mencantumkan nomor itu.

Dalam aturan KPUD Jakarta, penyumbang perorangan dibatasi maksimum Rp 50 juta dan perusahaan Rp 350 juta. Aturan ini dibuat untuk mencegah masuknya dana gelap dari pengusaha yang mengikat calon gubernur demi kepentingan bisnisnya kelak. Masalahnya, aturan ini banyak bolongnya. (Baca: Transaksi Aneh di Rekening Para Calon Gubernur DKI )

Menurut Apung Widadi, peneliti ICW, aturan tersebut bisa diakali dengan pemberian tunai kepada calon, lalu calon itu mentransfernya ke rekening penampung kampanye. Uang siluman itu menjadi halal karena sudah terlampir berasal dari kocek sang calon.

Sebab, tak ada batasan setiap calon mengeluarkan uang untuk kampanyenya. "Kalau dia punya Rp 1 triliun mau dipakai buat kampanye, bisa saja," kata Jamaluddin Hasyim, Komisioner KPUD Jakarta.

Karena itulah, dalam laporan dana kampanye tahap pertama, transaksi yang tertera lebih banyak atas nama calon gubernur sendiri. Setiap pasangan calon wajib melaporkan pemasukan dana kampanye sebanyak tiga kali, terakhir setelah pencoblosan, untuk diaudit akuntan publik.
TEMPO


Pilkada 2007 lalu, Wikileaks membeberkan dugaan jual beli dukungan yang dilakukan Fauzi Bowo. dan tahun ini ICW menemukan transaksi penyumbang yang tidak jelas ke Fauzi Bowo. :iloveindonesias
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...