Tak ada Ketentuannya di UUD 1945, 20 Wakil Menteri Kemungkinan di "PHK" Massal

[imagetag]
Sejumlah wakil menteri mengucapkan sumpah jabatan yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pelantikan Menteri dan Wakil Menteri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/10). Presiden melantik sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II hasil perombakan kembali (reshuffle) kabinet yang diumumkan Selasa (18/10) malam. TEMPO/Tony Hartawan

Nasib 20 Wakil Menteri Ditentukan Selasa Nanti
Senin, 04 Juni 2012 00:14 WIB

JAKARTA--MICOM: Keberadaan 20 Wakil Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa mendatang (5/6), melalui sidang gugatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Mahkamah Konstitusi diminta untuk mengabulkan permohonan tersebut, karena jabatan wakil menteri bertentangan dengan Konstitusi.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra menegaskan satu-satunya jabatan wakil yang disebut dalam Undang-Undang Dasar 45 hanya jabatan wakil presiden, tidak disebut adanya wakil menteri. "Seperti sudah saya kemukakan dalam sidang MK, sebagai ahli yang dipanggil untuk menerangkan masalah ini, saya berpendapat bahwa jabatan itu tidak sesuai dengan Konstitusi. Bahkan wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota juga nggak ada. Nah dalam prakteknya wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota juga nggak banyak manfaatnya," ujar Yusril di Jakarta, Minggu (3/6).

Yusril mengatakan, dalam UU Kementerian Negara mengatur tentang wakil menteri, padahal dalam UUD 1945 tidak menyebutkan adanya wakil menteri. "Yang ada yakni dalam menjalankan pemerintahan, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan para menteri," tuturnya. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini menyatakan keberadaan Wakil Menteri berpotensi besar menimbulkan overlaping dan konflik internal. Ia mengungkapkan, dalam sejarah republik Indonesia banyak terjadi konflik antara menteri muda dan menteri yang bersangkutan. Karena alasan itulah, lanjut Yusril, Presiden Suharto menghapus jabatan menteri muda. "Kalau dianalisa dari segi politik, jabatan Wamen mengacaukan birokrasi pemerintahan, tidak efisien dan menimbulkan potensi konflik di sebuah negara. Keberadaan Wamen tidak jelas apa kerjanya, bahkan potensi pecah kongsi antara Menteri dan Wakilnya. Instruksi terhadap jajarannya bisa menimbulkan kebingungan di dalam kementerian," kata Yusril.

Mahkamah konstitusi rencananya akan menentukan konstitusionalitas jabatan wakil menteri di dalam pada Selasa (5/6). Demikian terungkap dalam jadwal sidang yang disiarkan dalam situs resmi MK. Jabatan wakil menteri ini dipersoalkan oleh Adi Warman, Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN PK) Pusat dan TB Imamudin, Sekretaris GN PK Pusat. Mereka menguji pasal 10 UU Kementerian Negara yang memberi kewenangan kepada Presiden untuk mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.

Mereka mempersoalkan bahwa pasal 10 UU Kementerian Negara ini bertentangan dengan pasal 17 UUD 1945. Konstitusi tidak menyebut mengenai posisi wakil menteri. Pemohon beranggapan bahwa posisi wakil menteri ini diindikasikan sebagai politisasi pegawai negeri sipil, dengan modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden, serta kroni-kroni presiden.
http://www.mediaindonesia.com/read/2...n-Selasa-Nanti

Quote:

Jabatan Wakil Menteri Inkonstitusional
FRIDAY, 09 MARCH 2012 18:42

Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Irman Putra Sidin, menilai, jabatan wakil menteri (Wamen) inkonstitusional, karena muncul dari norma susupan yang tidak diatur Undang-undang Dasar 1945. "Wamen itu inkonstutisional karena mengharuskan Wamen pejabat karir. Seharusnya itu jabatan yang sama dengan jabatan menteri, karena 'anak kandung' dari Bab Kementerian Negara dalam UUD 1945," kata Irman, saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (9/3).

Selain itu, jabatan Wamen bertentangan karena dalam Undang-Undang Kementerian Negara, pada penjelasannya muncul norma susupan yang menyebut Wamen itu adalah pejabat karir. Dengan demikian, menurutnya, majelis hakim dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, sebagai benteng terakhir Konstitusi dan demi rasa keadilan kepada rakyat harus berani memutus UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang dijadikan sebagai pijakan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 47 tahun 2009 dinyatakan bertentangan. "Ya itu bertentangan," tandasnya. Pengangkatan Wamen mengacu pada pasal 70 ayat 3 Perpres nomor 39 tahun 2008 yang menyebutkan, seseorang bisa menjadi Wamen jika telah atau pernah duduk sebagai eselon IA. Perpres itu kemudian diubah menjadi nomor 76 tahun 2011 yang tidak lagi mencantumkan aturan syarat harus pernah mengenyam eselon IA.

Sementara itu, Iskandar Sitorus, Sekretaris dan Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) menyatakan, posisi Wamen menabrak UUD 1945 karena dalam UU ini tidak mengenal istilah jabatan itu. Dua Perpres yang katanya mengacu pada UU Kementerian Negara yang dijadikan sebagai dasar lahirnya istilah Wamen, menunjukan pemerintah SBY telah melakukan tindakan yang tidak pernah dilakukan sebelum lahirnya UU Kementerian Negara yang bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya, bukan hanya bertentangan dengan UUD 1945, jabatan Wamen berimplikasi menyedot APBN. "Logikanya, jika tidak ada posisi Wamen, maka APBN tidak perlu membiayainya. Tapi pemerintah menyebut, posisi Wamen malah menghemat APBN sebab ada kinerjanya. Timbul pertanyaan, mengapa tidak semua menteri diberi Wamen?" bantahnya.
http://www.gatra.com/hukum/31-hukum/...konstitusional


Jabatan Wakil Menteri Dinilai Mubazir
11 Maret 2012 | 20:30 wib

JAKARTA, suaramerdeka.com - Keberadaan jabatan Wakil Menteri (Wamen) terus menuai kritik. Selain dinilai mubazir, adanya posisi itu juga dianggap sebagai pemborosan uang negara. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk membatalkan posisi Wamen dalam sidang gugatan judicial review (uji materi) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara yang mengatur pengangkatan Wamen. "Kalau masih ada (posisi) Wamen, Dirjen untuk apa, meskipun saya belum melihat ada pekerjaan tumpang tindih tapi paling tidak kesana kan ada," ujar Pakar Hukum Tata Negara UKI Max Boboy, di Jakarta, Minggu (11/3).

Menurut dia, Indonesia tidak pernah mengenal jabatan Wamen. Hal itu dipertegas dalam Bab V Kementerian Negara Pasal 17 UUD 1945 ayat (1) berbunyi : Presiden dibantu oleh Menteri-menteri negara. Ayat (2) berbunyi: Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. Ayat (3) berbunyi : Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

Dia menambahkan, jika dalam Pasal 17 juga tidak mengatakan Wamen, melainkan di UU 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara didalam satu Pasal 10 dapat mengangkat Wamen. "Penjelasan Pasal 10 itu mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Wakil Menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet. Sehingga menurut saya wajar jika ada keinginan melakukan judical review terhadap ketentuan ini, dimana kehadiran Wamen itu memang tidak dikenal," tegas Max. Dia menambahkan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 39 Tahun 2009, yang telah dirubah pejabat karir sudah tidak dikenal. "Tapi lepas dari semua itu hak progratif Presiden, iya boleh saja. Tapi sepanjang bertentangan dengan konstitusi tidak betul dong, karena di konstitusi kita tidak kenal itu," ungkapnya.

Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra menegaskan jabatan Wamen dalam struktur pemerintahan tidak diatur dalam UU Kementerian Negara. Hal itu terlebih dalam UUD 1945. Menurutnya, keberadaan jabatan Wamen hanya mubazir lantaran tidak jelas arah pekerjaannya dan dikhawatirkan menimbulkan overlaping dan konflik internal. "Rontok semua Wamennya SBY, termasuk Denny (Indrayana). Kita tunggu saja keputusan dari MK dalam perkara yang sekarang sedang diperiksa itu," ujar Yusril.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index...inilai-Mubazir
----------------

Konsekwensi tata-negara yang bakal muncul, kayaknya bisa bikin krisis politik baru bila MK mengabulkan gugatan pembubaran status Wakil Menteri itu dari kabinet, karena beralasan bahwa aturan itu di vonis melanggar UUD 1945. Maksudnya, Presiden RI yang atas hak preogratifnya mengangkat para Wakil Menteri itu, berarti telah bersalah karena mengangkat Pejabat Negara se level Menteri di Kabinet Presidentilnya (kalau sang menteri berhalangan tetap atau meninggal dunia seperti Menteri Kesehatan, bukankan otomatis Wakil Menteri itu "mengambil alih" kekuasaan sang Menterinya? Sebab kalau tidak, seharusnya Menkes yang sekarang bukan dijabat oleh Wamen, tapi seharusnya dijabat secara ad-interim oleh Menteri Kabinet KIB II lainnya. Nyatanya tidak, bukan? [lihat berita: "Tugas menkes digantikan wakilnya" ] Itu artinya, Wakil Menteri sejajar dengan Menteri jabatannya. Ini artinya pengangkatan Wamen tanpa ada dasar hukumnya atau bahkan melanggar isi UUD 1945 karena mengambil kebijakan yang tak diatur oleh NKRI dalam UUD 1945, termasuk aturan yang bersifat konvensi sekalipun. Itu bisa berakibat lebih jauh dengan tuntutan untuk meng "impeach" Presiden RI karena alasan telah melanggar UUD 1945 terkait pengangkatan wakil menteri yang tak ada aturan mainnya itu
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...