TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa Mei 1998 meninggalkan kenangan buruk bagi orang-orang yang bersinggungan pada aktivitas kala itu. Untuk mengenang tragedi Mei 1998, Gerak 98 dan Padepokan Pancasila mengadakan Refleksi Tragedi Kemanusiaan Mei 1998, Senin (28/5/2012), di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.
"Peristiwa Mei ini bulan terkutuk. Karena ada peristiwa 10 Mei 63 di Bandung yang memakan korban. Lalu ada peristiwa Mei 69, dan Mei 98," ujar Cristianto Wibisono, seorang analisis ekonomi.
Menurut Cristianto, banyak warga keturunan Tionghoa di Jakarta dan sekitarnya menjadi korban peristiwa Mei 1998. Namun kekerasan yang terjadi di bulan Mei 14 tahun lalu seperti dibiarkan dan dilupakan.
"Kenapa terjadi dan membiarkan kekerasan? Karena kita membiarkan kekerasan, lama-lama bangsa ini saling membunuh. Hukum harus ditegakkan, kalau tidak 'tuman' atau terjadi berulang-ulang," tambahnya.
Dalam acara tersebut ditayangkan video pembacaan puisi karya Denny JA "Saputangan Fang Yin" oleh Putu Wijaya.
Puisi menceritakan tentang perempuan keturunan Tionghoa, bernama Fang Yin yang menjadi korban kerusuhan Mei 1998. Ia mengalami depresi dan harus menjalani pemulihan fisik dan psikis, kemudian ia dan keluagnya pindah ke Amerika Serikat, bahkan menjadi warga negara setempat. Ia sempat ditentang sang ayah karena pindah kewarganegaraan, mengingat kakeknya adalah seorang pejuang kemerdekaan dan teman dekat Bung Karno.
"Isu SARA semakin mengakar karena dijaga oleh kekuasaan. Persoalan SARA di beberapa wilayah dipicu oleh kesenjangan ekonomi, ditambah lagi hukum tidak berjalan, dan KKN sekarang ini semakin subur," kata Sarbini, aktivis mahasiswa 1998.
Sarbini juga menambahkan bahwa tragedi 12 - 14 Mei tidak pernah terbuka. Sarbini mengatakan, "Semua tersembunyi, semua yang melakukan kesalahan jadi pahlawan, tidak merasa berdosa, situasi dikaburkan, dan masyarakat gampang lupa, malah koruptor jadi pahlawan".
http://id.berita.yahoo.com/cristiant...GlvbnM-;_ylv=3
saat wiranto, prabowo berkuasa
siapa dalang sesungguhnya?
"Peristiwa Mei ini bulan terkutuk. Karena ada peristiwa 10 Mei 63 di Bandung yang memakan korban. Lalu ada peristiwa Mei 69, dan Mei 98," ujar Cristianto Wibisono, seorang analisis ekonomi.
Menurut Cristianto, banyak warga keturunan Tionghoa di Jakarta dan sekitarnya menjadi korban peristiwa Mei 1998. Namun kekerasan yang terjadi di bulan Mei 14 tahun lalu seperti dibiarkan dan dilupakan.
"Kenapa terjadi dan membiarkan kekerasan? Karena kita membiarkan kekerasan, lama-lama bangsa ini saling membunuh. Hukum harus ditegakkan, kalau tidak 'tuman' atau terjadi berulang-ulang," tambahnya.
Dalam acara tersebut ditayangkan video pembacaan puisi karya Denny JA "Saputangan Fang Yin" oleh Putu Wijaya.
Puisi menceritakan tentang perempuan keturunan Tionghoa, bernama Fang Yin yang menjadi korban kerusuhan Mei 1998. Ia mengalami depresi dan harus menjalani pemulihan fisik dan psikis, kemudian ia dan keluagnya pindah ke Amerika Serikat, bahkan menjadi warga negara setempat. Ia sempat ditentang sang ayah karena pindah kewarganegaraan, mengingat kakeknya adalah seorang pejuang kemerdekaan dan teman dekat Bung Karno.
"Isu SARA semakin mengakar karena dijaga oleh kekuasaan. Persoalan SARA di beberapa wilayah dipicu oleh kesenjangan ekonomi, ditambah lagi hukum tidak berjalan, dan KKN sekarang ini semakin subur," kata Sarbini, aktivis mahasiswa 1998.
Sarbini juga menambahkan bahwa tragedi 12 - 14 Mei tidak pernah terbuka. Sarbini mengatakan, "Semua tersembunyi, semua yang melakukan kesalahan jadi pahlawan, tidak merasa berdosa, situasi dikaburkan, dan masyarakat gampang lupa, malah koruptor jadi pahlawan".
http://id.berita.yahoo.com/cristiant...GlvbnM-;_ylv=3
saat wiranto, prabowo berkuasa
siapa dalang sesungguhnya?
