Pesan film "Soegija" tepat untuk permasalahan bangsa

Pesan film "Soegija" tepat untuk permasalahan bangsa

Kamis, 24 Mei 2012 20:27 WIB

Jakarta (ANTARA News) - Garin Nugroho mengangkat Romo Soegijapranata dalam film karena pesan dari tokoh tersebut berguna untuk persoalan bangsa saat ini.

"Saya buat film kalau menurut saya film itu berguna dan ada dialog. Kata-kata dalam film ini tepat untuk hari ini. Soegija memberikan pesan yang aktual untuk hari ini," kata Garin saat jumpa pers film "Soegija" di, Jakarta, Kamis.

Menurut Garin, multikulturalisme menjadi masalah yang mewarnai bangsa saat ini, seperti yang telah didengungkan oleh para 'founding fathers' Indonesia ; Soekarno, Bung Hatta, bahkan Soegija.

Soegija, orang pribumi pertama yang diangkat Vatikan menjadi Uskup, memberikan sumbangan besar terhadap berdirinya republik Indonesia. Meskipun pemimpin umat katolik, Soegija merupakan pemimpin di tengah krisis dan kekacauan atas berbagai agama dan kepercayaan.

Soegija melakukan panduan nilai kepemimpinan lewat kunjungan warga, kotbah, dan tulisan-tulisan antara lain, "Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri sendiri." Pesan lainnya, "Kalau mau jadi politikus, harus punya mental politik, jika tidak punya maka plotikus hanya jadi benalu negara."

"Film ini merupakan sebuah catatan tepat untuk hari ini. Film ini perayaan kegembiraan beragam dan berbangsa. Sudah saatnya tidak ada ketakutan, kalau mereka tidak merasa gembira dengan hal itu, maka
mereka tertinggal," kata Garin.

Soegija diangkat di tengah situasi gejolak perang Asia pasifik ketika harapan tumbuhnya keadilan disertai berbagai bentuk kekerasan dan penderitaan yang melibatkan bangsa-bangsa dunia, persoalan nasionalisme dan transisi kepemimpinan di daerah-daerah di Indonesia. Diwarnai dengan kehadiran jepang, keinginan Belanda untuk tetap berkuasa di Indonesia, kedatangan Sekutu dan proses Indonesia menjadi bangsa yang merdeka.

Di tengah situasi penuh kekacauan di Semarang, Soegijo berusaha memandu religiusitas dalam perspektif nasionalisme yang humanis. Ia menjalankan "silent diplomacy", melakukan perundingan damai yang melibatkan Sekutu (termasuk Belanda), Jepang, dan Indonesia di tengah perang lima hari di Semarang.

Dalam Soegija terdapat kisah-kisah manusia dari delapan tokoh dan kemanusiaan yang begitu beragam dan penuh dimensi. "Tokoh disini akan membuka persoalan-persoalan masyarakat bangsa ini," tambah Garin.
(M047)

Editor: Aditia Maruli

----------

bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...