Sepeda Motor Lintasi Jembatan bak Atraksi Sirkus

Pengendara motor melintasi jembatan Suruh (Foto: Okezone/Bramantyo)
KARANGANYAR - Andrian Saptonugroho (9), tampak berlari cepat menelusuri deretan papan-papan seakan tidak menghiraukan aliran deras Sungai Pepe di bawahnya.

Bocah kelas 3, SDN Bolon, Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, itu tengah melintasi papan kayu selebar 50 sentimeter yang sengaja dibuat untuk penyeberangan warga.

Tak hanya Andrian, warga tiga dukuh, yakni Bolon di Kecamatan Colomadu, Karanganyar serta Dukuh Gatak dan Dukuh Suruh di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, juga memanfaatkan jembatan gantung tersebut.

Warga mengaku tidak memiliki alternatif lain selain melintasi jembatan yang dibangun sejak zaman penjajahan Belanda itu. Warga memilih menantang bahaya, dibanding harus memutar sejauh enam kilometer.
[imagetag]

"Saya sudah tidak takut lagi melewati jembatan itu walaupun malam hari karena sudah biasa. Ini jalan terdekat untuk pergi ke Solo dibandingkan harus memutar sampai bandara yang jauhnya hingga enam kilometer," tutur Mardi, warga Dukuh Bolon, Kamis (3/5/2012).

Dia manambahkan, melintasi jembatan sepanjang sekira 30 meter itu harus berhati-hati, apalagi di malam hari. Banyak yang jatuh ke sungai hingga patah tulang, bahkan ada yang meninggal.

Jembatan gantung itu sebenarnya bukan untuk lalu lintas manusia. Bangunan itu adalah talang saluran irigasi yang kemudian difungsikan sebagai jalan pintas warga sekitar.

Sebagian warga hanya menuntun sepedanya jika melintas. Namun ada juga yang nekat tetap menaiki sepeda atau motornya dengan berpegangan pada besi pengaman yang dikaitkan dengan sling baja yang terpasang di sisi barat jembatan. Pengguna sepeda motor yang melintasi jembatan itu seperti sedang beratraksi sirkus.

Di sisi timur, belum terpasang besi pengaman serupa. Pengendara motor dari arah utara butuh perjuangan berat. Caranya, tangan kanan berpegangan pada besi pengaman. Sedangkan tangan kiri gantian memacu gas.

Sastro, warga Suruh, mengungkapkan jembatan yang biasa disebut warga dengan Suruh itu sudah ada sejak zaman Belanda.

Menurutnya, sejak dulu kondisi jembatan memang seperti itu. Meski berbahaya, warga sudah terbiasa lewat karena mempersingkat jarak tempuh.

"Papannya segitu saja orang sudah berani naik motor atau sepeda. Kalau papannya diperlebar, nanti malah mengebut, tambah bahaya," kata Sastro.

Sebenarnya, warga di tiga dusun beda Kabupaten itu telah mengajukan surat permohonan ke Pemkab Karanganyar maupun Pemkab Boyolali untuk membuatkan jembatan permanen.

Namun, sampai pergantian kepala daerah di dua kabupaten itu, permohonan warga belum juga dikabulkan. Hasilnya, sampai saat ini, warga masih harus menguji nyali melintasi jembatan itu.

Sumbernya DI mari

Ngerinya naek motor dengan satu lempeng,kalau mau sekolah harus nunggu/gantian yang tentunya akan memakan waktu ..:berdukas

2putra 04 May, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...