Uji DNA untuk ungkap keberadaan Bigfoot

Uji DNA untuk ungkap keberadaan yeti

[imagetag]
Yeti diyakini sebagai sisa-sisa makhluk purba seperti Giganthopitecus yang selamat dari kepunahan.

Sebuah tim peneliti gabungan Swiss-Inggris akan menggunakan tes DNA untuk menyelidiki asal muasal sisa-sisa tubuh yang diklaim berasal dari hewan mitos Himalaya, yeti.

Proyek ini akan meneliti contoh rambut, tulang dan benda-benda lain dari koleksi yang dikumpulkan seorang ahli biologi asal Swiss.

Di banyak budaya benda-benda ini diklaim berasal dari yeti dan bigfoot -makhluk berbulu mirip manusia yang bersembunyi di alam liar- yang nyaris tak pernah terlihat.

Namun benda-benda ini belum pernah sekalipun menjadi obyek sebuah penelitian ilmiah.

Para ilmuwan akan melakukan pendekatan sistematis dan menggunakan teknologi paling baru dalam penelitian genetis, dan hasilnya akan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

"Sudah pernah dilakukan tes DNA terhadap apa yang diduga sebagai yeti dan makhluk lainnya. Namun sejak itu teknik penelitian, khususnya pada rambut, telah bertambah maju," kata Profesor Bryan Sykes, pakar genetika dari Universitas Oxford, kepada Reuters.

Sykes yang adalah pemimpin proyek ini menambahkan penelitian dengan metode moderan diharapkan mampu mendapatkan hasil yang sahih dari contoh rambut.

Laporan saksi


[imagetag]
Di Amerika Utara makhluk seperti yeti dikenal dengan nama bigfoot.

Sebuah ekspedisi mendaki Gunung Everest pada 1951 terkenal karena membawa foto jejak kaki raksasa di atas salju yang memicu spekulasi keberadaan makhluk raksasa Himalaya yang tidak diketahui ilmu pengetahuan.

Sejak saat itu banyak saksi yang mengaku melihat banyak makhluk seperti yeti dari seluruh dunia.

Makhluk berbulu mirip manusia ini dikenal dengan banyak nama. Di Himalaya dikenal sebagai yeti atau migoi. Sementara di Amerika Utara disebut sebagai bigfoot atau sasquatch.

Sedangkan penduduk Pegunungan Kaukasus menyebutnya sebagai almasty dan di Pulau Sumatera dikenal dengan nama orang pendek.

Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap tulang belulang 'yeti' ternyata setelah diteliti adalah tulang manusia.

"Tetapi belum pernah ada penelitian sistematis terhadap masalah ini," ujar Profesor Sykes.

Proyek ini akan fokus pada sisa-sisa tubuh makhluk yang diduga yeti yang disimpan di Museum Laussane, Swiss.

Sisa-sisa 'yeti' ini dikumpulkan pakar biologi Swiss, Bernard Heuvelmans yang meneliti kemunculan yeti sejak 1950 hingga dia meninggal pada 2001.

Spesies berbeda


Penelitian ini diharapkan tak hanya mengungkap misteri yeti namun juga menambah pengetahuan terkait interaksi antara berbagai spesies manusia di masa lalu.

"Dalam dua tahun terakhir semakin jelas bahwa terdapat kemungkinan persilangan antara Homo sapiens dan Neanderthal. Sekitar 2-4% DNA setiap orang di Eropa adalah Neanderthal," tambah Profesor Sykes.

Sebagian kelompok menganggap makhluk mitos seperti yeti dan orang pendek adalah sisa-sais Homo erectus, Homor floresiensis (hobit Indonesia) atau Gigantopithecus, kera raksasa yang pernah mendiami hutan-hutan Asia Timur.

Sementara itu, Profesor Sykes secara terus terang mengatakan belum bisa memastikan apakah penelitian kali ini akan sukses mengungkapkan kebenaran soal yeti.

"Soal sukses atau tidaknya proyek ini, jawabannya saya tidak tahu," kata Profesor Sykes.

"Keberadaan makhluk-makhluk ini kemungkinan besar tidak ada namun jika kita tidak selidiki maka kita tak akan pernah tahu," pungkas Sykes.

==================================

kalau benar sukses, bakalan bikin heboh dunia biologi :matabelo
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...