BPK: Dana Bansos Rp 300 Triliun Tak Jelas. Digunakan untuk Pilkada? DKI contohnya?

Dana Bansos Rp 300 Triliun Tak Jelas
RABU, 11 JULI 2012 | 06:03 WIB

TEMPO.CO , Jakarta— Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti dana bantuan sosial bernilai ratusan triliun rupiah yang hingga kini belum bisa diaudit. Soalnya, menurut anggota Badan Pemeriksa, Agung Firman Sampurna, tidak ada laporan keuangan yang standar atas dana tersebut untuk bisa diaudit. "Itu sebenarnya beyond the call of duty (melampaui panggilan tugas) BPK. Itu tak bisa diperiksa," ujar Firman saat ditemui di ruang kerjanya Selasa 10 Juli 2012.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat jumlah dana bantuan sosial dari 2007 sampai 2011 mencapai Rp 300 triliun. Nilai dana bantuan melonjak 100 sampai 200 persen menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Angka itu kembali meningkat 100 sampai 200 persen pada tahun berikutnya.

Agung menjelaskan, dalam mengaudit dana bantuan sosial, BPK hanya memeriksa proposal dari pihak yang mengajukan. Ironisnya, dalam proposal itu tak disebutkan jenis penggunaan dan bentuk penggunaannya. "Apa jadinya? Itu untuk apa? Semua itu tidak ada," katanya. Dia mengungkapkan, dana bantuan sosial diterima berbagai institusi, seperti yayasan dan sekolah. Untuk mendapatkan dana bantuan sosial, hanya diperlukan proposal. "Ini terjadi di seluruh Indonesia."

Dana bantuan sosial belakangan ini menjadi persoalan penting. Selain jumlahnya yang besar, daftar penerimanya beragam dan banyak. Ironisnya, dana tersebut tak semuanya sampai ke penerima. Selain proposal yang diduga fiktif, alamat penerima dana diduga tak jelas. Sejumlah daerah, misalnya Sulawesi Selatan dan Banten, menghadapi masalah ini. Akibatnya, sejumlah pejabat diadili karena dugaan penyelewengan penyaluran dana bantuan sosial.

Karena itu, Agung mengatakan, BPK mendorong perlunya dibuat peraturan pemerintah untuk membenahi sistem penyaluran dana bantuan sosial. "Sekarang ini kami mengarah pada pembenahan sistem," katanya. BPK sendiri, dia melanjutkan, tengah menggodok cara agar penerima dana bantuan sosial memiliki tenaga pengelola keuangan bersertifikat. Cara yang dilakukan, BPK bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia.

Tenaga pengelola keuangan diperlukan, Agung mengatakan, karena para penerima dana bantuan sosial nantinya diwajibkan membuat laporan keuangan. Misalnya, membuat neraca, arus kas, dan laporan administrasi kegiatan. "Kami ingin membangun budaya akuntabilitas," katanya.

Hifdzil Alim, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, setuju dengan usul BPK agar para penerima dana tersebut memiliki tenaga pengelola keuangan. Soalnya, menurut dia, aturan pengajuan dana bantuan sosial memberi peluang terjadinya korupsi. "Kalau melihat aturannya, dana bantuan sosial itu seperti melakukan korupsi yang legal. Ini ironis sekali," ujar dia saat dihubungi kemarin.

Hasil riset lembaganya, Hifdzil membenarkan, dana bantuan sosial muncul menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Akibatnya, duit yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat malah dipakai untuk kampanye. Solusinya, Hifdzil menilai, para pejabat yang mengurusi dana bantuan sosial harus melakukan verifikasi secara detail terhadap para pengaju yang meminta dana bantuan sosial.
http://www.tempo.co/read/news/2012/0...liun-Tak-Jelas

Dana Hibah dan Bansos DKI Melangit Jelang Pilkada
Minggu, 24 Jun 2012

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch Apung Widadi menuturkan, ada kenaikan cukup signifikan dalam politik anggaran Pemprov DKI Jakarta 2012, menjelang pemilihan umum kepala daerah Jakarta. Dibanding tahun 2011, jelas anggarannya berbeda jauh. "Alokasi dana hibah dan basos jauh sebelum pilkada, kecil. Tapi mendekati pilkada tinggi. Dari Rp Rp 800 miliar pada 2011, ke Rp 1.3 triliun pada 2012," ujar Apung dalam Sarasehan Jakarta 'Kemana APBD DKI Mengalir?' di Jokowi Centre, Jakarta, Minggu (24/6/2012).

ICW sempat kecewa lantaran ketika meminta informasi larinya dana hibah dan bansos tahun anggaran 2012, Pemprov DKI tertutup. Pejabat penyedia informasi mengeluarkan jurus pingpong kepada ICW. Sore harinya, Pemprov merilis seakan-akan menyebut informasi yang dibutuhkan sudah diberi ke ICW.
Dari keterangan pejabat pemegang informasi, mereka berdalih ada beberapa informasi yang tidak bisa dibuka oleh publik, merujuk SK Gubernur. Anehnya, justeru data yang diminta ICW bukan masuk dalam kategori data negara seperti intelijen dan sebagainya. "Gubernur DKI tandatangani SK Gubernur tentang informasi yang dikecualikan. Data yang dikecualikan itu bisa seperti data intelijen, BAP dan lainnya. Tapi faktanya ada data yang dikecualikan, kontraproduktif seperti yang diatur undang-undang. Ini didesain biar publik tak tahu," tandasnya.

Menurut catatan ICW, kata Apung, ada tiga sektor yang potensial dikorup. Salah satunya, pendapatan asli daerah menjelangg pemilukada turun. Dibandingkan tahun sebelumnya, PAD meningkat. Ada dugaan, PAD yang seharusnya masuk ke kas daerah, belum masuk. Dikatakannya, setidaknya ada empat kasus Pemprov DKI yang dikawal ICW seperti alokasi dana BOS Rp 3.5 miliar, pajak air bawah tanah yang digunakan hotel-hotel. Selain itu, merujuk pada audit BPK, setidaknya ada Rp 450 triliun nilai aset DKI yang bergerak dan tidak bergerak belum ada cantolan hukumnya.
http://id.berita.yahoo.com/dana-hiba...115205504.html

Dana Bansos Digunakan Pilkada Hingga Pilpres. Diselewengkan atau tidak, dana bantuan sosial akan menguntungkan pejabat yang menjabat
Senin, 28 November 2011, 16:38

VIVAnews - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy menilai, dana bantuan sosial yang ada dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Daerah memang menguntungkan petahana. Tanpa perlu diselewengkan pun, kata Romy, dana itu menguntungkan kepala daerah yang ingin maju lagi dalam pemilihan berikutnya. "Bansos sangat besar kemungkinannya mendongkrak popularitas petahana dan itu digunakan dari tingkat pemilihan di Kabupaten sampai Pemilihan Presiden," kata Romy di Senayan, Jakarta, Senin 28 November 2011.

Romy lalu menyebut penggelontoran dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) contohnya. Sebelum Pemilihan Presiden digelar pada 2009 lalu, pemerintah mengucurkan hibah Rp300 ribu untuk warga tidak mampu. "Jadi, dengan alasan apa pun, ini sebuah risiko dari masih dibolehkannya petahana maju (tanpa mengundurkan diri terlebih dulu)," katanya. Sebenarnya, kata Romy, UU sudah mengatur petahana yang ingin maju lagi di pemilihan harus mengundurkan diri. Namun Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan, hanya perlu cuti saat mengikuti proses pemilihan, tak perlu mengundurkan diri. Karena itu, Romy menilai, tanpa diselewengkan pun, dana bansos sangat membantu petahanan. Romy menyatakan, ada dua kemungkinan dana bansos ini bisa lolos masuk dalam APBD. Pertama, eksekutif berhasil 'menyelipkan' dana itu di APBD atau kedua, bersepakat dengan DPRD.

Meski begitu, Romy setuju langkah BPK mengusut sebagian dari dana bansos 2007-2010 sebesar Rp300 triliun telah diselewengkan. "BPK harus menyampaikan klarifikasi sebagai lembaga auditor, jangan sampai terbangun opini untuk hal yang sifatnya masih dugaan atau asumsi. Ini didasarkan pada audit yang dilakukan secara akurat karena 300 triliun rupiah itu bukan angka yang sedikit jika dibagi 50 kabupaten itu rata-rata sudah 6 miliar," kata Romy. "Dari total 300 triliun rupiah itu, berapa yang diselewengkan, berapa yang sebenarnya manfaat politiknya dipetik tanpa harus diselewengkan."
Jangan sampai, kata Romy, dana bansos yang sebenarnya bermanfaat itu kemudian dihilangkan sama sekali. "Mengacu pada empat jenis belanja, maka belanja modal dan belanja sosial harusnya memang yang paling tinggi. Jadi, kita sulit mengatakan bahwa ini harus dikurangi," kata Romy.
Sementara, Wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, praktik dana bansos yang menyalahi peraturan harus ditindak tegas. "Hasil temuan BPK tersebut harus dibawa ke proses hukum. Jadi, temuan BPK bisa disampaikan ke DPR untuk dapat ditindaklanjuti, atau kedua, atau disampaikan ke aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan atau KPK," katanya.
http://politik.news.viva.co.id/news/...ngkan-petahana

---------------

Kasihan rakyat, itu duit sesungguhnya emmang hak mereka ... tetapi kenapa kok dibagi-bagikan gratis saat serangan fajar menjelang coblosan? Kenapa dibelikan baleho dan poster tak berguna? Padahal, itu jelas duit rakyat hasil bayar pajak! Apa hak Peserta Pillkada memanfaatkan duit negara utnuk kalangan miskin itu? Dasar tak punya nurani.

:berduka
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...