Ohh,.. Jakarta,. Persoalan Klasik yang Tak Pernah Usai

[imagetag]
www.iniah.com - MASALAH kemiskinan di Jakarta lebih serius ketimbang macet atau banjir karena menyangkut nyawa manusia. Upaya mengatasi kemiskinan di ibu kota bukan hanya tugas Pemprov DKI Jakarta.

Setelah empat tahun berturut-turut (2007-2010) mampu menekan angka penduduk miskin, pada 2011 yang lalu Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak mampu membendung angka kemiskinan. Tahun lalu, dari 9,61 juta penduduk Jakarta, mereka yang tergolong miskin tercatat 363 ribu orang

Diakui oleh Fauzi Boro, Gubernur DKI Jakarta, angka kemiskinan yang meningkat di tahun 2011 salah satunya disebabkan oleh melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok di Jakarta. "Pada 2011 jumlah kemiskian di Jakarta memang kembali meningkat, namun kami akan terus berupaya untuk menekan angka tersebut," ujar Bang Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo.

Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, empat tahun sebelumnya kemiskinan di Jakarta cenderung turun meski dalam angka yang tipis. Simak saja, pada 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak 405 ribu orang, turun menjadi 379 ribu orang pada 2008. Setahun berikutnya kembali turun menjadi 323 ribu, dan pada 2010 tercatat angka kemiskinan di Jakarta kembali turun menjadi 312.000 orang.

Sebagai rumah bagi hampir 10 juta penduduk, ketimpangan di ibu kota memang tak bisa dihindari. Perbedaan antara si kaya dan si miskin bagaikan langit dan bumi. Sebagai gambaran, pada 2009 lalu, ada 13% penduduk Jakarta yang berpenghasilan di atas US$ 10.000 per bulan atau setara dengan Rp 90 juta. Di saat yang sama, ada sekitar 3,62 % penduduk yang justru berpenghasilan kurang dari Rp 316.963 rupiah per bulan.

Jakarta memang sangat kontras. Salah satu buktinya ketika kemiskinan dan kemakmuran bercampur menjadi satu, berpadu dan tersaji sebagai potret kehidupan di berbagai sudut kota. Di jalan-jalan dengan mudah dapat disaksikan mobil-mobil mewah seperti Mercy atau Hammer berseliweran. Di jalan yang sama juga dapat ditemui pengemis dan gelandangan yang selalu menengadahkan tangan meminta belas kasihan.

Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, kemiskinan di Jakarta adalah fenomena kemiskinan kota (urban poverty), dimana penduduk miskin cenderung terkumpul pada daerah pemukimam kumuh, bantaran kali, dan pesisir pantai. Alasan mengapa penduduk miskin umumnya bertempat tinggal pada daerah-daerah tersebut karena wilayahnya relatif sesuai dan mudah untuk ditempati dengan kondisi kemiskinan yang serba kekurangan. Berbekal aset atau uang seadanya dan bahkan barang-barang bekas ( seperti kardus, seng, papan dan gerobak) mereka dengan mudah membangun rumah ala kadarnya di daerah-daerah tersebut.

Jika kemiskinan desa (rural poverty) lebih cenderung merupakan kemiskinan struktural dan kultural (budaya), kemiskinan kota lebih kompleks. Bukan hanya karena naiknya harga barang-barang saja, kemiskinan di Jakarta muncul sebagai akibat dari berbagai dimensi (multi dimensi) seperti tingkat pendapatan yang rendah, kondisi kesehatan yang buruk, pendidikan rendah, kerawanan sosial dan ketidakberdayaan.

Para pakar masalah sosial menyatakan dimensi yang kompleks itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik kehidupan di Jakarta seperti ketergantungan akan ekonomi uang (commodization), lingkungan tempat tinggal yang kurang memadai (enviromental hazards) dan kehidupan sosial yang individualisitis (social fragmentation). Kompleksitas ini membuat orang miskin kota lebih sulit untuk bertahan hidup (survive) ketimbang orang miskin di desa.

Diakui oleh Fauzi Bowo, kemiskinan di Jakarta sering memicu tindak kriminalitas. Pencurian, penodongan, perampasan bahkan tawuran antra warga sering dipicu oleh karena persoalan himpitan ekonomi yang begitu besar yang dirasakan oleh si miskin. Oleh sebab itu, menekan angka kemiskian di Jakarta menjadi perhatian utama Pemprov DKI saat ini.

Mengatasi kemiskinan di ibu kota sejatinya bukan hanya tugas Pemprov DKI saja. Menurut Muhidin Mohamad Said, Wakil Ketua Komisi V DPR, Pemerintah Pusat harus mampu mensejahtrakan penduduk desa agar mereka tidak pergi Jakarta. "Jangan hanya Jakarta saja yang terus dibangun, harus ada pemerataan pembangunan ke daerah," katanya. Ketimpangan pembangunan membuat Jakarta setiap harus menampung arus urbanisasi yang begitu besar.

Muhidin menjelaskan, kemiskinan yang terjadi di ibu kota merupakan persoalan klasik yang tidak pernah terselesaikan dari tahun ke tahun. Siapapun yang meimpin DKI Jakarta, ia akan kerepotan menangani masalah tersebut. Karena itu, Muhidin berharap pemerintah pusat lebih serius menangani kemiskinan di Jakarta. Salah satu caranya adalah dengan menggeser dunia industri dari Jakarta ke daerah, agar masyarakat didaerah terserap tenaga kerjanya. Selain itu, pemerintah juga harus lebih tegas terhadap arus pendatang yang setiap tahun membanjiri Jakarta.

Jika itu tidak bisa dilakukan, jangan harap Jakarta bisa bebas dari warga miskin.
[imagetag]

Kimak.Kaw 27 Apr, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...