Kabulkan Gugatan Koruptor, PTUN Dinilai Tak Punya Semangat Antikorupsi

Jakarta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan 7 terpidana korupsi yang merasa dirugikan dengan keputusan pengetatan remisi Kementerian Hukum dan HAM. Oleh sebagian kalangan hakim PTUN dinilai tidak memiliki semangat antikorupsi.

"Hakim melihat para koruptor memiliki hak asasi manusia (HAM). Dalam membuat jera para pelaku, seharusnya bisa membuat semangat para pembuat kebijakan. Sayangnya hakim tidak melihat itu. Hakim sangat tidak memiliki semangat antikorupsi," kata pengamat hukum dari Universitas Andalas, Feri Amsari, kepada detikcom Kamis (8/3/2012).

Menurut Feri, upaya Kemenkum HAM melakukan banding atas putusan PTUN merupakan langkah yang tepat. Dia juga berharap hakim pada tingkat banding nantinya dapat memiliki pemikiran yang berbeda terhadap keputusan pengetatan remisi yang dikeluarkan Kemenkum HAM.

"Kemenkum HAM akan melakukan banding merupakan pilihan tepat. Saya harap hakim berbeda di tingkat banding memiliki pemikiran berbeda. Tidak hanya melihat dari sisi normatif tapi melihat lebih jauh lagi. Pengetatan punya makna filosofi yang luas, karena ada pemberantasan korupsi yang tidak semata-mata normatif," terang Feri.

Kamis (8/3) kemarin, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menegaskan kebijakan pengetatan syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tetap dilanjutkan. Alasannya, putusan PTUN Jakarta hanya membatalkan surat keputusan pembatalan pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin.

Atas putusan PTUN, Kemenkum HAM akan segera memproses pembebasan bersyarat tujuh narapidana perkara korupsi yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, Hengky Baramuli, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Widjayanto Legowo, Mulyono Subroto, dan Ibrahim. Mereka adalah terpidana kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, kasus korupsi PLTU Sampit dan perkara pengadaan alat puskesmas keliling.

Ketujuh terpidana kasus korupsi tersebut awalnya mendapat Putusan Bebas (PB) yang dikeluarkan pada 30 Oktober 2011. Namun PB tersebut tiba-tiba dibatalkan setelah Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) mengeluarkan pengetatan remisi pada 31 Oktober 2011. Tidak terima, mereka menggugat ke PTUN dengan bantuan pengacara Yusril Ihza Mahendra. Perjuangan mereka mendulang sukses pada Rabu (6/3/2012).

(arb/nvt)
http://news.detik.com/read/2012/03/0...orupsi?9911012

mahasiswaaceh 09 Mar, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...