Konflik Kepentingan Sangat Besar gara-gara 63% Anggota DPR Nyambi Jadi Pengusaha

Wow! 63 Persen Anggota DPR Nyambi Jadi Pengusaha
8 jam yang lalu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Potensi kecurangan dalam penanganan proyek negara akan semakin besar. Sebab, hampir 63 persen anggota DPR RI saat ini, masih merangkap sebagai pengusaha.

Demikian diungkapkan Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, saat menghadiri talkshow bertajuk 'Korupsi Politik Gerogoti Investasi Nasional' di Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (25/3/2012). "Ada pengusaha, yang 63 persen itu bisnisnya dari proyek-proyek APBN. Itu karena dari awal mereka melihat besarnya anggaran, dan mereka ada yang dari dulu 'main' di situ (Senayan), misalnya kontraktor," ujarnya.

Angka 63 persen, lanjut Hamdi, bukan lah tanpa landasan. Data tersebut diperoleh dari hasil penelitian mahasiswanya, yang menjelaskan ada pengingkatan 63 persen jika dibandingkan dengan anggota DPR periode 2004-2009. Kondisi ini sangat berbahaya. Contohnya, papar Hamdi, pada perkara Wisma Atlet, yang mana terdakwanya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, begitu lihai memainkan proyek yang menggunakan dana APBN, sehingga membuat pesaingnya kewalahan.

Kendati demikian, Hamdi menyadari tidak ada larangan yang tertuang di UU mengenai hal itu. Tapi, bukan berarti yang tidak tercantum dalam UU itu selalu dibenarkan. "Akhirnya, ini bergantung pada etika kepantasan yang dianut oleh yang bersangkutan," cetusnya. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya praktik tersebut, beber Hamdi, lembaga hukum secara konsisten me-monitoring penuh perkembangan aset si pengusaha, setelah menjabat anggota dewan. "Perlu dilihat penambahan aset yang didapat politikus tersebut, setelah dirinya menjabat sebagai anggota dewan. Kalau dinilai ada ketidakwajaran, inilah yang perlu dicurigai," terangnya.
http://id.berita.yahoo.com/wow-63-pe...140246720.html

Peraturan Rangkap Jabatan DPR Masih Menggantung
Jumat, 23 Maret 2012 10:39 WIB

JAKARTA--MICOM: Ketentuan rangkap jabatan seperti yang tertuang pada pasal 208 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dinilai masih menggantung. Judilherry Justam, anggota petisi 50 mengatakan hal tersebut pada diskusi publik yang bertema 'Anggota DPR-RI Komisi III Yang Memiliki Kantor Pengacara Dan Potensi Konflik Kepentingan'. "Pasal tersebut memang mengatur bahwa anggota DPR tidak boleh memiliki pekerjaan lain,tetapi tidak diperjelas bahwa mereka harus menutup kantor," ujarnya saat berdiskusi di Kuningan, Jakarta Selatan , Kamis (22/3).

Lanjutnya, tidak heran jika 1/3 anggota DPR (Komisi III) masih membuka kantor advokasi. Justam mengatakan praktik belum tentu berhenti selama kantor masih dibuka, karena anggota DPR tersebut mungkin saja bermain belakang.

Menurutnya masalah rangkap jabatan akan menimbulkan potensi konflik kepentingan. Seperti dalam kasus Nazaruddin, anggota DPR yang masih memegang jabatan penting dalam sebuah perusahaan. Kondisi seperti itu memungkinkan seorang anggota DPR bukan lagi memperjuangkan rakyat, tetapi lebih pada memperjuangkan usahanya.

Justam mengatakan telah mendatangi Badan Kehormatan (BK) DPR yang berwewenang menangani masalah etika dalam lembaga legislasi tersebut. Ia meminta untuk diadakan uji materi (judicial review) terhadap pasal-pasal yang berkenaan dengan larangan rangkap jabatan dalam UU NO.27 Tahun 2009. "Agar ada kejelasan mengenai larangan rangkap jabatan pada anggota DPR,jadi jelas bagaimana anggota DPR harus berperilaku," jelas Justam.

Ia mengaku sudah tidak heran, kalau banyak anggota DPR yang menjadi pemain sinetron, bintang iklan, bahkan pengurus komisaris yang mengambil proyek dengan dana APBN. Hal itu dikatakannya akibat peraturan rangkap jabatan yang belum terinci dengan jelas. "Saya memiliki bukti bahwa masih ada anggota DPR yang masih memiliki kantor untuk usahanya," tambah Justam sambil memperlihatkan foto kantor yang menggunakan nama anggota DPR, di antaranya Benny K Harman, Ruhut Sitompul, dan Trimedya Panjaitan.

Martin Hutabarat, anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra sependapat dengan Justam. Ia mengatakan ada daftar kegiatan usaha yang tidak boleh dilakukan anggota DPR, tetapi nyatanya di luar daftar itu usaha masih boleh dilakoni.

BK yang memiliki kewenangan untuk menangani masalah etika, hendaknya ada beberapa yang berasal dari luar bukan mereka yang juga anggota DPR. "Perlu orang luar untuk berada dalam BK DPR,agar ada kontrol dari kewenangan BK tersebut," tegas Martin.

Tidak ada yang dapat membuktikkan, mereka berdalih sudah tidak aktif berperkara tetapi faktanya nama mereka masih tercantum sebagai nama kantor. Martin mengatakan seharusnya anggota DPR di komisi manapun hendaknya mempunyai etika. "Dalam UU MD3 sudah diatur tidak boleh memiliki pekerjaan lain,ketika anggota DPR memiliki etika secara otomatis ia akan menonaktifkan usahanya untuk sementara," jelas Martin.

Martin mencontohkan Gayus Lumbuun, pada waktu terpilih menjadi anggota DPR periode 2004-2009, ia segera menutup kantor advokatnya. Begitu juga dengan Amir Syamsyuddin, ia segera menutup kantornya saat terpilih menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). "Hal seperti itu yang perlu dijadikan contoh, secara sukarela menutup kantornya," tambah Martin
http://www.mediaindonesia.com/read/2...ih-Menggantung

---------------

Terjadinya 'conflict of interest' manakala para anggota DPR itu, yang sebagian dirinya atau rekan-rekannya se partai telah duduk di Badan Anggaran DPR, dimana ratusan triliun rupiah setiap tahunnya proyek-proyek Pemerintah dan berbagai pengeluaran pemerintah, ikut mereka tentukan ketika bersidang bersama Wakil Pemerintah. Sulit menghindari bahwa pada akhirnya lobby-lobby bisnis para anggota DPR yang punya perusahaan itu, meminta jatah atau keistimewaan, agar perusahaannya diberikan proyek APBN sebagai syarat agar mereka mau meloloskan proyek-proyek APBN dalam tahun berjalan. Inilah salah satu bentuk 'high cost economy' di negeri ini, hasil kongkalikong akibat perbenturan kepentingan politis para anggota DPR itu dengan kepentingan bisnisnya. Memang tidak semua anggota DPR begitu, tapi kalau 2/3 mereka adalah masih pembisnis aktif, siapa yang bisa mengawasinya?

sharita 26 Mar, 2012

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...